Ia5K33hce05kVEU1UP8J8DLa01dvV8DSgOffubpV
Bookmark

The Mahuzes, Masyarakat Adat Sang Pahlawan Hutan

Pagi yang cukup menenangkan ditemani para penghuni hutan yang menyanyikan lagu alam di suatu hutan adat milik salah satu marga di Merauke. Simfoninya merdu, mendamaikan jiwa dengan buaian nada syahdu. Tiba-tiba terdengar suara mesin grader yang menderu kencang, menyingkirkan apa pun yang ada di hadapannya.

Hari Hutan

Pohon-pohon tumbang, mati dalam hitungan detik. Binatang berlarian, menjerit saat melihat rumahnya diratakan dengan tanah. The Mahuzes atau para marga Mahuze pun bertindak, tak terima hutan yang mereka lindungi turun-temurun dirusak begitu saja oleh sesama manusia.

"Ini bukan lahan! Ini tanah (hutan adat) kami!" Seru seorang mama "The Mahuzes" menegur dua pegawai sebuah perusahaan industri yang mengendarai grader. Ia menegaskan kalau mereka sudah melanggar tanah dalam hutan adat sekaligus hutan lindung milik marga Mahuze.

Mereka pun turun, wajahnya tampak bingung, "maaf, mama, kami pun tak tahu kalau ini tanah marga. Kami hanya menjalankan tugas, mengikuti patok dari perusahaan."

"Baiklah, saya tahu kalau kau tak salah, kau tak tahu juga. Sekarang kami minta supaya alat ini kasih keluar, bisa to?" Sahut seorang bapak-bapak dari marga Mahuze yang lain, meminta agar grader itu pergi dari hutan adat milik mereka.

"Bisa, Bapak, kami akan segera keluar. Sekali lagi kami minta maaf bapa, mama."

Kedua pegawai beserta grader itu pun akhirnya memutar balik, keluar dari wilayah hutan adat sekaligus hutan lindung yang ada di Merauke tersebut.

Begitulah cuplikan kejadian menegangkan yang dilakukan marga Mahuze untuk lindungi hutan dalam film dokumenter berjudul "The Mahuzes" buatan tim Ekspedisi Indonesia Biru. Kegigihan mereka dalam melindungi hutan, jadi pelajaran berharga bagiku yang hidup jauh dari hutan seperti mereka.

Apalagi, saat ini hutan di Indonesia sedang mengalami masa kritis akibat ancaman yang berasal dari manusia itu sendiri. Padahal, keberadaan hutan sangat penting untuk melindungi manusia dari ancaman perubahan iklim. Sungguh ironis, bukan? Lantas, apa yang bisa kita lakukan sebagai manusia untuk ikut serta dalam gerakan melindungi hutan seperti The Mahuzes? Bagaimana pula kondisi hutan di Indonesia saat ini?

Hutan Kita Sultan
The Mahuzes menghalangi grader yang merusak hutan (sumber gambar: YouTube Watchdoc Image)

Prinsip Sakral The Mahuzes Terhadap Hutan

Tanah (hutan adat) itu kami anggap seperti mama (ibu). Di sini rumah bagi hewan, pohon, sekaligus masa depan anak cucu kami." (Suku Marind, Marga Besar Mahuze)

Sudah jadi prinsip sakral turunan dari leluhur The Mahuzes bahwa hutan adat yang sering mereka sebut sebagai 'tanah' harus dijaga kelestariannya, terutama untuk generasi mendatang. Hidup harmonis berdampingan dengan hutan adalah pesan leluhur yang dijaga kesakralannya hingga saat ini oleh mereka.

Saya pribadi tahu cerita tentang Marga Besar Mahuzes ini dari film dokumenter berjudul The Mahuzes. Film dokumenter tersebut merupakan hasil penelusuran tim Ekspedisi Indonesia Biru yang rela berkeliling Indonesia untuk mengungkap fakta pahit yang terjadi di negara ini.

Kalau mungkin pernah mendengar atau melihat film dokumenter viral berjudul "Sexy Killers", nah "The Mahuzes" ini juga salah satu film dokumenter produksi mereka.

Siapa The Mahuzes?

The Mahuzes merupakan sosok suku adat Marind di Merauke dengan Marga Besar bernama Mahuze. Bagi mereka, hutan merupakan bagian dari tanah adat. Mereka hidup dari hutan, bergantung dari pohon sagu dan hewan buruan.

Apa yang Marga Mahuze ambil dari hutan harus bisa dibawa semua tanpa tersisa. Kalau sampai tersisa, akan ada sangsi dari hukum adat karena menyia-nyiakan makanan dari alam. Oleh karena itu, mereka selalu mengambil makanan dari hutan secukupnya.

Tanah (Hutan Adat) itu Mama (Ibu)

Salah satu prinsip sakral yang dijunjung tinggi oleh The Mahuzes secara turun-temurun adalah anggapan bahwa tanah (hutan adat) adalah mama (ibu) bagi mereka. Menjaga tanah (hutan adat) sama artinya dengan menjaga ibu. Selain itu, tanah (hutan adat) juga punya nilai budaya, sejarah leluhur, dan tempat ritual dalam adat istiadat suku Marind.

Hari Hutan Indonesia
Kegiatan marga Mahuze di hutan: menangkap ikan (atas) dan memangkur sagu (bawah). (sumber gambar: YouTube Watchdoc Image)

Tradisi Nenek Moyang Lindungi Hutan untuk Generasi Mendatang

Menurut Agustinus Mahuze, hutan yang mereka jaga semata-mata juga untuk kebaikan generasi mendatang. Anak cucu mereka juga punya hak melihat keindahan alam di hutan, melihat binatang secara langsung, dan mendengar alam yang masih bisa bernyanyi dengan merdu di tengah cerahnya langit biru.

Tradisi melindungi hutan tersebut merupakan tradisi nenek moyang yang wajib diteruskan oleh suku Marind, Marga Besar Mahuze. Jika hutan sampai rusak, bagaimana nasib generasi mendatang yang mungkin bisa saja tidak tahu wujud hutan karena hutan sudah dibabat habis oleh keserakahan manusia.

Perjuangan Mempertahankan Hutan Adat

Saat ini suku Marind, Marga Besar Mahuze tengah berjuang untuk mempertahankan hutan adat sekaligus hutan lindung dari keserakahan manusia yang ingin mengubah hutan menjadi lahan perkebunan sawit. Mereka berjuang dalam senyap untuk melindungi "ibu" yang telah menjaga mereka selama ini dengan berbagai berkah makanan dan kebutuhan hidup.

"Sebenarnya ini bukan masalah uang. Kami lebih berpikir untuk generasi mendatang. Kalau mereka bisa bekerja di luar, itu bagus. Tapi bagaimana dengan mereka yang tidak punya kemampuan, hutan adalah tempat mereka kembali." Begitu kata Agustinus Mahuze saat ditanya oleh tim Ekspedisi Indonesia Biru dalam film dokumenter The Mahuzes.


Hutan di Sekitarku: Hutan Mangrove Surabaya

Perjuangan The Mahuzes dalam melindungi hutan yang mereka anggap sebagai ibu, membuat saya tertampar keras. Selama ini saya skeptis tentang masyarakat adat yang hidup di hutan. Keberadaan mereka hanya angin lalu bagiku.

Akan tetapi, semangat mereka dalam menjaga hutan telah menggerakkan hati saya untuk menengok hutan yang ada di sekitarku. Ternyata di Surabaya terdapat hutan jenis mangrove yang sangat luas, hampir mencapai 1000 hektar.

Ada tiga titik lokasi hutan mangrove di Surabaya yang bisa dikunjungi sebagai tempat wisata, yaitu Hutan Mangrove Wonorejo, Hutan Mangrove Gunung Anyar, dan Hutan Mangrove Tambak Anyar. Ketiganya menawarkan wisata susur sungai yang menawarkan pemandangan mangrove di kanan-kiri dan beberapa satwa yang masih bisa dilihat secara bebas seperti burung bangau dan monyet.

Saya bersyukur sekali masih ada hutan di sekitar kota Surabaya. Setidaknya saya bisa mendengar suara alam yang bernyanyi, merasakan hijaunya alam, dan turut berpartisipasi dalam aksi menjaga hutan secara sederhana. Sesederhana tidak membuang sampah sembarangan ketika berkunjung ke hutan.


Fakta #HutanKitaSultan, Karunia Indah Sang Pencipta Kepada Makhluk Hidup di Bumi 

Dilansir dari laman resmi Kementrian Lingkungan Hidup Indonesia (2021), negara zamrud khatulistiwa kita merupakan salah satu negara yang mendapat karunia indah Sang Pencipta berupa kawasan hutan dengan luas mencapai 125.797.052 hektar. Hutan yang ada di Indonesia terdiri dari berbagai jenis hutan seperti hutan tropis, hutan bakau dan mangrove, hutan rawa gambut, hutan musim, dan hutan sabana. Di antara kelima jenis hutan tersebut, sebanyak 39.549.447 hektar merupakan hutan tropis yang hanya ada di Indonesia dilansir dari GNFI (2021).

Pantas sekali kalau #IndonesiaBikinBangga karena hutan di Indonesia merupakan salah satu paru-paru dunia dengan kekayaan alam dan keanekaragaman hayati paling tinggi. Di bulan perayaan Hari Hutan tahun ini, para lembaga dan aktivis yang bergerak di bidang perlindungan hutan menggagas tagar #HutanKitaSultan saat Press Conference Menuju #HariHutanIndonesia 2022 tanggal 4 Agustus 2022 lalu.

Hutan Kita Sultan

Berangkat dari kekayaan hutan yang ada di Indonesia, tagar #HutanKitaSultan tersebut menegaskan bahwa hutan di Indonesia itu memiliki banyak sekali kewibawaan layaknya seorang sultan seperti kekayaan oksigen, sumber daya alam yang melimpah ruah, dan segala kebaikan dari Sang Kuasa yang turun pada hutan. Berikut adalah fakta membanggakan kenapa #HutanKitaSultan:

1. Kaya Oksigen Alami

Satu pohon dewasa bisa menyediakan kebutuhan oksigen untuk sekitar 2-4 orang dalam sehari berdasarkan penelitian Nowak (2007) dan Stancil (2015). Melihat luas kawasan hutan total di Indonesia yang mencapai angka ratusan juta hektar, bayangkan sudah berapa ratus juta oksigen yang dihasilkan oleh hutan di Indonesia selama ini. Bak sultan yang kaya oksigen alami, Sang Pencipta telah menganugerahkan keistimewaan ini pada hutan.

2. Rumah Bagi Keanekaragaman Hayati 

Hutan itu rumah bagi hewan-hewan dan pohon. Kalau hutan kami dirusak, bagaimana nasib hewan dan pohon?” (The Mahuzes)

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang merupakan "mega center" keanekaragaman hayati dunia atau disebut juga sebagai megabiodiversity (Supriatna, 2008). Kawasan hutan Indonesia merupakan “rumah” bagi keanekaragaman hayati yang begitu besar. Terdapat kurang lebih 400 jenis pepohonan, 25 ribu tumbuh-tumbuhan berbunga serta 3000 jenis fauna tersebar di seluruh penjuru hutan di Indonesia.

3. Sumber Makanan Gratis, Sehat, Bergizi, dan Melimpah Ruah

Hutan merupakan sumber makanan gratis, sehat, bergizi, sekaligus melimpah ruah. Nikmat dari Sang Pencipta yang sudah disiapkan untuk manusia. Marga Besar Mahuze pun hidup dari pohon sagu yang ada di hutan. Satu pohon sagu bisa untuk bertahan hidup selama 6 bulan dalam satu keluarga. Kandungan nutrisi di dalam sagu pun cukup lengkap, yaitu karbohidrat dalam jumlah yang cukup banyak, protein, mineral, dan vitamin. Sama bergizinya dengan beras, bukan?

4. Pahlawan Super Penyerap Emisi CO2

Pernah nonton film Guardian of The Galaxy? Kalau pernah, pasti tahu sosok Groot si spesies pohon hidup dari planet X. Groot telah meninggal dunia saat menyelamatkan teman-temannya dari ledakan dengan menggunakan batang dan dedaunan miliknya. Sama seperti Groot, pohon yang ada di hutan juga pahlawan super penjaga manusia dalam menyerap emisi karbon dioksida (CO2) untuk mengurangi efek rumah kaca penyebab pemanasan global.

Hutan Kita Sultan

5. Garda Terdepan Melawan Perubahan Iklim 

Selain jadi pahlawan super penyerap gas penyebab efek rumah kaca, hutan juga garda terdepan melawan perubahan iklim, terutama hutan tropis. Sebab, hutan tropis mampu menyerap CO2 lebih banyak dari hutan biasa.Hampir 2,4 miliar ton karbon dioksida per tahun telah terserap dan tersimpan di hutan.

Gas CO2 merupakan gas pemicu pemanasan global yang berujung pada perubahan iklim. Jika sampai terjadi deforestasi hutan, CO2 yang tersimpan di hutan akan terlepas ke udara, dan otomatis dampak perubahan iklim akan semakin dahsyat terasa di Indonesia.

6. Investasi Terbaik untuk Generasi Mendatang

Berkaca dari Marga Mahuze, hutan adalah investasi terbaik untuk generasi mendatang. Segala kekayaan alam telah dititipkan Sang Pencipta kepada hutan. Generasi mendatang tak akan kekurangan apa pun, melainkan tercukupi oleh limpahan rahmat dan kasih sayang Sang Pencipta lewat hutan.

“Berarti itu hanya untuk masyarakat adat penghuni hutan aja, dong?”

Tentu tidak, banyak hasil hutan yang sudah didistribusikan untuk kebutuhan hidup kita. Contohnya sagu dan madu. Di sekitar rumah saya masih ada penjual bubur sagu. Madu juga salah satu kekayaan hutan yang sudah banyak dipakai oleh kita yang jauh dari hutan. Kalau sampai hutan hilang, sagu dan madu itu juga akan hilang.

7. Tempat Spiritual Masyarakat Adat Indonesia 

Seperti Marga Besar Mahuze, hutan adalah tempat spiritual bagi masyarakat adat. Mereka memiliki hubungan yang erat dengan hutan karena lahir dan tumbuh besar dari hutan. Selain Marga Besar Mahuze, ternyata banyak juga masyarakat hutan adat yang tersebar di seluruh penjuru Indonesia.

Masyarakat hutan adat
Webinar "Hutan Kita Kaya" bersama perwakilan masyarakat hutan adat

Dalam webinar “Hutan Kita Kaya: Suara Anak Muda dan Masyarakat Adat untuk Hutan” menyambut hari hutan tanggal 6 Agustus 2022, hadir beberapa perwakilan masyarakat hutan adat, yaitu orang rimba (Jambi) dan suku Dayak Iban sungai Utik (Kalimantan). Di acara ini, mereka membagikan nilai luhur dan spiritual dari nenek moyang untuk menjaga hutan demi kelangsungan hidup generasi mendatang.


Hutan, Sang Sultan yang Kini Sedang Tak Baik-baik Saja

Hutan yang memiliki kekayaan berlimpah bak sultan itu, kini sedang tak baik-baik saja. Berbagai ancaman datang dari lingkup internal dan eksternal. Ancaman utama yang dihadapi oleh hutan di Indonesia adalah deforestasi yang disebabkan oleh kebakaran hutan, perambaan hutan kronis, dan illegal loging.

1. Deforestasi Hutan

Deforestasi menurut Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia no. 30 tahun 2009 adalah perubahan secara permanen areal hutan menjadi tidak berhutan yang disebabkan oleh kegiatan manusia. Menurut data dari University of Maryland yang bisa diakses di laman Global Forest Watch, pada tahun 2021 Indonesia kehilangan hutan primer seluas 203.000 hektar. Hal ini mengakibatkan CO2 yang disimpan oleh hutan lepas ke udara sebanyak 157 juta ton atau setara dengan emisi CO2 dari 34 juta mobil.

Beberapa penyebab deforestasi di Indonesia adalah sebagai berikut:

Hutan Kita Sultan
Sumber gambar: Canva

  • Kebakaran Hutan: suhu bumi yang semakin panas akibat pemanasan global bisa memicu terjadinya kebakaran hutan, selain itu juga diakibatkan oleh ulah manusia yang tak bisa menjaga lingkungan.
  • Perambahan hutan kronis: pengalihan fungsi hutan menjadi lahan perkebunan kelapa sawit atau lahan pertanian, seperti yang hampir terjadi pada Marga Mahuze.
  • Illegal logging: penebangan pohon secara liar, meninggalkan lahan dengan sisa ranting dan daun kering yang mudah terbakar karena panas atau sedikit percikan api.

2. Rusaknya Sang Sultan, Ancaman Bagi Manusia

Sadarkah kalian, bahwa bencana alam yang akhir-akhir ini sering terjadi di Indonesia seperti banjir, tanah longsor, bencana asap, puting beliung, dan cuaca yang tak menentu adalah salah satu dampak dari kerusakan hutan yang terjadi secara kronis. Rusaknya sang sultan hutan membawa bencana yang cukup mengerikan dalam kehidupan manusia karena kemampuannya untuk melawan perubahan iklim menurun, yaitu:

  • Perubahan Iklim dan Pemanasan Global
  • Punahnya Spesies Hewan dan Tumbuhan
  • Mempengaruhi Kehidupan Masyarakat di Sekitar Hutan
  • Terganggunya Siklus Air
  • Rusaknya Ekosistem Air dan Darat
  • Memicu Bencana Alam
  • Mempengaruhi Perekonomian Masyarakat
  • Merusak Bekal Generasi Mendatang


Apa yang Bisa Saya Lakukan untuk Menyelamatkan Hutan?

Sebagai masyarakat perkotaan, tentunya saya tidak begitu dekat dengan hutan. Maunya sih terjun langsung seperti masyarakat hutan adat untuk melindungi hutan, tetapi di era digitalisasi ini banyak hal sederhana yang bisa kita lakukan untuk menyelamatkan, menjaga, dan melindungi hutan. Mulai dari mendengarkan lagu #DengarAlamBernyanyi, jadi relawan kampanye hutan secara daring, dan bantu hutan kurangi beban emisi CO2 lewat aplikasi .

1. Cukup Dengarkan Lagu #DengarAlamBernyanyi, Super Gampang dan Antiribet

“Hah? Dengar lagu bisa selamatkan hutan? Bagaimana bisa?How come?”

Iya, kalian yang membaca tulisan ini nggak salah baca, kok! Cukup putar lagu Dengar Alam Bernyanyi lewat platform musik seperti Spotify dan Apple Music dan voila! Kamu sudah jadi pahlawan penyelamat hutan. Kalau masih bingung, begini penjelasan detil tentang lagu #DengarAlamBernyanyi

Diciptakan di Hutan

Lagu #DengarAlamBernyanyi diciptakan di tengah hutan belantara saat Trio Laleilmanino berkunjung ke kawasan Hutan Wisata Situ Gunung. Suara alam yang terdengar seperti nyanyian jadi inspirasi saat menulis lagu. Lagu ini dinyanyikan secara kolaborasi oleh Chicco Jerikho, HiVi!, dan Sheila Dara. Mereka semua punya komitmen untuk menyelamatkan hutan lewat lagu yang sarat makna tentang hutan.

Lirik Lagu Sarat Makna Tentang Hutan dan Bumi

Ada beberapa baris lirik lagu yang saya garis bawahi karena mengandung pesan mendalam tentang hutan. Pesan tersebut sarat makna tentang hutan dan bumi, seperti:

  • Bila kaujaga aku, Kujaga kau kembali : hutan adalah pahlawan super yang melindungi manusia dari bencana perubahan iklim dan polusi udara
  • Pandanglah indahnya biru yang menjingga: langit biru cerah hanya bisa dilihat saat kondisi udara bersih, tidak banyak mengandung emisi CO2
  • Dengar alam bernyanyi: hutan yang masih jadi rumah untuk berbagai jenis satwa dan tumbuhan, membuat mereka mengeluarkan suara alam, menyambut anugerah Sang Pencipta dengan riang.

Royalti untuk Perlindungan Hutan di Indonesia

Terakhir, ini merupakan salah satu alasan kenapa hanya dengan mendengar lagu Dengar Alam Bernyanyi bisa selamatkan hutan. Jadi, royalti dari pemutaran lagu tersebut digunakan untuk melindungi hutan di Indonesia. Semakin banyak lagu #DengarAlamBernyanyi diputar di Spotify atau Apple Music, semakin banyak pula dana yang bisa dialokasikan untuk melindungi hutan,

2. Jadi Relawan Kampanye Hutan

Cara kedua yang bisa dilakukan adalah dengan menjadi relawan kampanye Hari Hutan Indonesia. Aksi kampanye Hari Hutan yang digawangi oleh HutanItu.id, #TeamUpForImpact, dan Indorelawan, dilakukan lewat media sosial. Tiap minggu ada tantangan bagi relawan untuk membuat konten tentang Hari Hutan Indonesia.

3. Kurangi Emisi CO2 Lewat Aplikasi EMISI

Baru–baru ini World Resource Institute (WRI) Indonesia meluncurkan aplikasi EMISI. Suatu aplikasi untuk menghitung, mencatat, mengurangi, dan penyerapan emisi CO2.

Hutan Kita Sultan

Di dalam aplikasi EMISI terdapat fitur kalkulator emisi, memberikan saran tentang cara yang bisa dilakukan untuk mengurangi emisi, serta menghitung jumlah pohon dan jenis pohon yang bisa ditanam untuk menyerap emisi yang kita hasilkan.

4. Cara Sultan untuk #HutanKitaSultan

Kalian merasa sultan? Bisa banget coba cara sultan ini. Cukup kunjungi situs hutanitu.id, lalu klik menu “donasi”, lalu akan muncul berbagai pilihan untuk memberikan donasi seperti:

  • Adopsi pohon: membeli paket donasi untuk perawatan satu pohon yang akan diberi tag nama sesuai keinginan.
  • Donasi untuk komunitas penjaga hutan: membeli paket donasi untuk suatu komunitas yang mengabdikan hidupnya untuk menjaga hutan.
  • Beli merchandise hutan: beli koleksi merchandise eksklusif #DengarAlamBernyanyi, kopi hutan, dan berbagai produk natural dari hutan yang ramah lingkungan.

Hari Hutan Indonesia

Sebuah Renungan: Dengar Alam Bernyanyi, Rasakan Indahnya Langit Biru yang Menjingga

Setelah panjang lebar menuliskan cerita tentang perjuangan The Mahuzes dan masyarakat hutan adat lainnya, mari merenung sebentar lewat sebuah video yang saya buat khusus untuk memperingati Hari Hutan Indonesia #UntukmuBumiku. Dengarkan dengan seksama suara alam yang bernyanyi, menyuarakan limpahan syukur kepada Sang Pencipta. Rasakan indahnya langit biru yang menjingga saat pagi hari, lukisan Sang Pencipta yang hanya terlihat saat udara bersih.

Panggilan untuk Anak Muda Indonesia: Yuk, Tiru Ajaran Baik The Mahuzes Lindungi Hutan untuk Masa Depan Anak Cucu Kita

Apa yang diajarkan oleh Marga Mahuze dari generasi ke generasi mengajarkan satu hal penting kepada kita semua. Satu hal yang sering luput, tertutupi oleh ketamakan manusia, yaitu menjaga hutan sebagai karunia Sang Pencipta.

Hari Hutan Indonesia
Ilustrasi masyarakat adat jaga hutan (gambar: Canva)

Semangat The Mahuzes dan masyarakat hutan adat lainnya untuk melindungi hutan, membuat saya sadar bahwa sudah saatnya ikut bergerak dan menyuarakan perlindungan terhadap hutan. Bukan untuk kebaikan saya sendiri atau siapa pun, tapi untuk generasi mendatang.

Yuk, kita #TeamUpForImpact, ikut jaga hutan demi generasi masa depan. Jangan lupa terus memutar lagu #DengarAlamBernyanyi sebagai kontribusi menjaga #HutanKitaSultan yang paling sederhana, tapi bermakna #UntukmuBumiku.”


Referensi

  • YouTube Watchdog Image "The Mahuzes"
  • Nowak, David J.; Hoehn, Robert; Crane, Daniel E. Oxygen Production by Urban Trees in the United States. Arboriculture & Urban Forestry 2007. 33(3):220–226.
  • Stancil, Joanna Mounce. The Power of One Tree - The Very Air We Breathe. U.S. Department of Agriculture. March 17, 2015.
  • https://perpustakaan.menlhk.go.id/
  • https://hutanitu.id/donasi/
  • https://wri-indonesia.org/id/blog/sekarang-kita-bisa-menghitung-emisi-individu-kita-dengan-aplikasi-emisi-indonesia-zero
  • Instagram @gnfi
  • Instagram @hutanituid
  • Instagram @harihutan_id
  • Press Conference Menuju Hari Hutan Indonesia, 4 Agustus 2022
  • Webinar “Hutan Kita Kaya: Suara Anak Muda dan Masyarakat Adat untuk Hutan”, 6 Agustus 2022


16 komentar

16 komentar

Terimakasih sudah membaca sampai akhir :)
Mohon tidak meninggalkan link hidup di komentar.

Love,
Anggi
  • Ria Rochma
    Ria Rochma
    20 Agustus 2022 pukul 16.31
    Prinsip sakralnya The Mahuzes ini, bisa jadi contoh yang juga diterapkan di tempat lain ya gak sih, mbak? Bagus soalnya
    Reply
  • sylvianayy
    sylvianayy
    13 Agustus 2022 pukul 21.01
    Ngomong ngomong saya juga pernah main ke hutan mangrove di surabaya, tapi lupa nama daerahnya. Sayangnya waktu itu kesana sore sore dan banyak nyamuk. Semoga dengan banyaknya campaign lingkungan jadi semakin terjaga kawasan hijau di indonesia.
    Reply
  • Uniek Kaswarganti
    Uniek Kaswarganti
    13 Agustus 2022 pukul 12.33
    Sedih ya dengan kondisi yang terjadi. Indonesia sebagai pemilik hutan yang luas, sang pahlawan oksigen dunia, malah justru membabat habis kekayaan alam yang dimilikinya. Jika bingung mau melakukan apa untuk membantu, mudah saja dengan mendengarkan lagu ini ya. Royalti yang didapat bakalan menjadi kontribusi kita dalam penyelamatan hutan di Indonesia.
    Reply
  • Dyah Kusuma
    Dyah Kusuma
    13 Agustus 2022 pukul 11.40
    salut dengan suku Mahuze, yang tetap menjaga hutan, memang betul kekayaan alam yang skearang kita nikmati adalah pinjaman dari anak cucu, sudah sewajarnya kita menjaganya agar tetap lestari
    Reply
  • Kata Nieke
    Kata Nieke
    13 Agustus 2022 pukul 11.38
    Sexy Killers ya, berarti dokumenter The Mahuzes ini produksi Watch Dognya Dandy Laksono? Saya juga suka nonton dokumenter2nya Dandy Laksono. Dia memang aktif di kegiatan jurnalisme lingkungan hidup.
    Reply
  • Zeneth Thobarony
    Zeneth Thobarony
    13 Agustus 2022 pukul 11.36
    Baru tahu soal suku Mahuze yang merupakan suku asli Merauke. Semoga tanah adatnya tidak diganggu-ganggu dengan pembangunan kurang bermanfaat
    Reply
  • https://www.rumahami.com
    https://www.rumahami.com
    13 Agustus 2022 pukul 10.56
    Masyaa Allah. Semoga tanah adatnya tetap lestari tanpa gangguan mesin-mesin🥺
    Reply
  • Dian Restu Agustina
    Dian Restu Agustina
    13 Agustus 2022 pukul 10.15
    Salut dengan masyarakat adat Mahuze yang mempertahankan hutan adatnya. Inspirasi bagi kita semua, yang bisa berperan serta juga untuk mewujudkan #IndonesiaBikinBangga karena hutan di Indonesia merupakan salah satu paru-paru dunia dengan kekayaan alam dan keanekaragaman hayati paling tinggi.
    Reply
  • Dee_Arif
    Dee_Arif
    13 Agustus 2022 pukul 08.23
    Ah iya mbak, memang masyarakat adat ini garda terdepan dalam menjaga kelestarian lingkungan ya mbak
    Menjaga hutan ,
    Reply
  • Fadmala A
    Fadmala A
    13 Agustus 2022 pukul 07.38
    Masyaa Allah, keren sekali aplikasinya bisa menghitung emisi yg dihasilkan dan tumbuhan apa saja yg dibutuhkan untuk ditanam.. Memang harus dimulai dr kita dan sekarang saatnya untuk berubah ya agar kelak anak cucu kita bisa tetap menikmati segarnya udara dengan banyaknya pohon walau diperkotaan..
    Reply
  • Shafira Adlina
    Shafira Adlina
    13 Agustus 2022 pukul 06.48
    Baru aja kmrn ikut online gathering tentang masyarakat adat. Langsung terpesona dg kekuatan suku di Merauke ini. Terima kasih telah memberikan tips2nya untuk menjaga hutan juga mbak
    Reply
  • Muzainah Nurazijah
    Muzainah Nurazijah
    13 Agustus 2022 pukul 05.42
    Masyarakat seperti Mahuzes ini penting adanya untuk menjaga kelestarian hutan, kalau engga bisa2 habis lah hutan karena keserakahan manusia dalam mengembangkan lahan bisnis.
    Reply
  • Juwita
    Juwita
    12 Agustus 2022 pukul 23.28
    Masya Allah detail sekali sehingga membuat kita punya wawasan baru tentang hutan.
    Reply
  • Julia pasca
    Julia pasca
    12 Agustus 2022 pukul 20.34
    Jadi keinget dulu awal² pindah ke pulau kalimantan, ada hutan gambut terbakar, ah entah terbakar karena suhu udara saking panasnya atau sengaja dibakar. Pagi yang selalu dirindukan dengan udara segarnya sudah tidak lagi, jendela dan pintu tertutup rapat, Mbak. Huhuhu
    Reply
  • lendyagassi
    lendyagassi
    12 Agustus 2022 pukul 13.09
    Banyaknya manfaat hutan ini semakin terasa ketika Climate Change yang sedang kita alami saat ini. Dan Suku Marind mampu melindungi hutan mereka hingga masih lestari hingga saat ini.

    Semoga gak ada lagi yang menganggu Mama dan rumah Suku Marind, Marga Besar Mahuze.
    Reply
  • SHalikah
    SHalikah
    12 Agustus 2022 pukul 09.57
    Salut dengan prinsip suku Mahuzes yang memanfaatkan alam secukupnya. Di zaman sekarang kebanyakan kita terlena dengan semua yang serba instan, mudah, tanpa memikirkan keberlangsungan alam sekitar. Btw, tulisannya bagus banget Mbak..
    Reply