Ia5K33hce05kVEU1UP8J8DLa01dvV8DSgOffubpV
Bookmark

Menyusun Kurikulum Pendidikan Keluarga

 Assalamu'alaikum, Surabaya!

Dulu, sebelum anak pertamaku dan suami lahir ke dunia, kami pernah berbincang santai tentang masa depan pendidikan anak kami. Jujur, aku pribadi merasa khawatir, dia nanti akan mengikuti jejakku yang tidak paham apa sih passion hidup. Aku juga takut anakku terlalu mengejar nilai akademik sepertiku dulu. Sempat ada pikiran untuk merancang kurikulum home schooling, tapi suami tidak setuju. 

"Tempat belajar utama ada di rumah, sekolah tempat dia belajar, bersosialisasi dan bermain bersama temannya."

Kira-kira begitu jawaban suami saat bincang santai di sore hari kala itu. Menurutnya, anak tetap harus mendapat pendidikan utama di rumah, sedangkan sekolah cenderung menjadi tempat bermain anak. Pernah dengar sebuah kiasan "guru adalah orang tua kedua bagi anak" ? Sama seperti itu, baginya sekolah adalah tempat belajar kedua bagi anak. Selain itu di dalam sebuah keluarga kecil, suami adalah "kepala sekolah" dan istri adalah "guru". Jadi suami-istri memang satu paket "sekolah" utama bagi seorang anak.

Dari obrolan tersebut, kami pun sepakat merancang suatu "kurikulum pendidikan keluarga" yang digunakan sebagai patokan untuk mendidik anak agar lebih terarah lagi. Aku yang bertugas untuk riset metode pendidikan, kurikulum, dan lain-lain. Suami bertugas menelaah hasil risetku dan memberikan persetujuan akhir.


Proses Menyusun Kurikulum 

Kira-kira seperti ini proses kami menentukan kurikulum pendidikan di rumah :

1. Tentukan visi misi pendidikan anak, bareng suami lebih baik. Misalnya : 

"Mendidik anak untuk menjadi pribadi yang berakhlak baik sesuai agama, cerdas berkarakter, mampu memimpin dirinya sendiri, terampil berkarya, bahagia menjadi diri sendiri, serta bermanfaat bagi sesama dan semesta."

2. Breakdown lagi visi yang sudah dibuat tadi ke misi-misi untuk mencapainya. Kalau usia anak dini paling mudah mencapai visi pake lesson plan atau menu bermain. Sebab, fitrah anak kecil itu masih bermain.

3. Setelah itu cek STPPA sesuai usia (PERMENDIKBUD no. 137 tahun 2014). Dari STPPA ada beberapa aspek seperti kaidah dan akhlak, motorik, bahasa, dan lain-lain. Nah, ini yang bakal jadi patokan untuk membuat menu bermain anak. 

PERMENDIKBUD NO. 137 TAHUN 2014

4. Kalau aku pribadi aspek di STPPA aku gabung dengan filosofi Montessori dan Sekolah Kereta. Jadi aspek yang aku pakai untuk jadi patokan menu bermain ada islamic studies, sensorial, languange, practical life, math, culture&exploration, Art&craft.

5. Baru dari sini kita sesuaikan permainan yang bisa menstimulus masing-masing aspek. Inspirasinya bisa lewat pinterest, aplikasi chai's play, instagram, dan lain-lain. Misal untuk aspek sensorial aku pilih permainan sensory path untuk stimulasi aspek sensorial, motorik kasar, dan motorik halus. Jadi dalam satu permainan bisa ada beberapa aspek STPPA yang terangkum dalam 1 aspek Montessori.

6. Tentukan waktu agar lebih terarah, misal dalam waktu 1 minggu ada 7 menu bermain sesuai aspek Montessori. Setiap hari cukup 1 permainan dan minimal 15 menit membersamai anak. 

7. Ingat bukan hanya permainan yang ditekankan di sini, tapi bagaimana kita/pengasuh (bagi ibu yang bekerja dan menitipkan anaknya) membersamai anak ketika bermain. Ingat tidak perlu sampai berjam-jam, cukup minimal 15 menit

8. Perlu diingat juga Jangan pernah memaksa reaksi anak terhadap jenis permainan. Jadi misal kita mau ngasih permainan A yang harusnya dia nyusun balok. Eh ternyata dia tidak mau, malah baloknya diawur-awur sampe berantakan. Nah, di sini sebagai Ibu harus jeli mengobservasi anak untuk evaluasi permainan selanjutnya. Bisa jadi si anak butuh bentuk permainan atau stimulasi lain untuk mencapai aspek permainan tersebut.


Menu Bermain

Ketika menjalankan kurikulum, saya menggunakan lesson plan dalam bentuk Menu Bermain agar memudahkan saya untuk mengelompokkan kegiatan bermain sesuai aspek Montessori.

Menu Bermain

Contohnya bisa dilihat pada gambar di atas. Setiap menu bermain selalu menggunakan tema yang berbeda. Biasanya satu menu bermain untuk jangka waktu 1 minggu. Saya menggunakan ruang Montessori sesuai dengan metode Islamic Montessori, yaitu :

1. Islamic Studies : permainan dirancang degan memasukkan nilai-nilai Islam ke dalamnya. Contoh : membiasakan makan dengan tangan kanan.

2. Sensorial : menstimulasi saraf sensorik anak. Contoh : makan beberapa jenis buah.

Aspek sensorial : merasakan beberapa jenis buah.

3. Math : mengajarkan konsep matematika secara sederhana. Contoh : menuang air ke berbagai ukuran gelas.

4. Practical life : mengajarkan anak kecakapan hidup sehari-hari sejak dini. Contoh : merapikan mainan.

5. Culture and exploration : belajar alam dan budaya sejak dini dengan konsep sederhana. contoh : mengenalkan jenjs hewan darat.

Aspek culture and exploration.

6. Language : stimulasi aspek bahasa yang disesuaikan usia. Contoh : bernyanyi.

7. Art and craft : stimulasi aspek seni pada anak. Contoh : melukis dengan sisa sayur atau buah.


Jurnal Observasi

Setiap selesai kegiatan bermain, selalu catat bagaimana reaksi atau tingkah laku anak serinci mungkin dalam buku catatan. Misal saya memberikan permainan flash card buah. Ternyata anak lebih suka menggigit atau mencoba untuk merobeknya. Catat di jurnal observasi perilaku anak, kemudian coba amati lagi di menu bermain selanjutnya dengan jenis permainan yang sama.

Setelah itu sesuaikan reaksi atau perilaku anak sesuai psikologis usia dan daftar cek tumbuh kembang anak (bisa dilihat di aplikasi Primaku atau PERMENDIKBUD no. 137 tahun 2014). Contohnya seorang bayi berusia 18 bulan dalam lampiran PERMENDIKBUD aspek motorik halus, harus bisa memasukkan dan mengeluarkan sesuatu dari dalam wadah. Namun, dalam permainan memasukkan bola ke dalam wadah, si anak malah melemparkan bola secara acak. Jika sudah diobservasi, lalu dicek tidak sesuai psikologis usia anak atau daftar cek tumbuh kembang, bisa konsultasi ke Klinik Tumbuh Kembang Anak di kota masing-masing.

Jurnal observasi ini bisa jadi patokan untuk menentukan menu bermain selanjutnya. Selain itu juga bisa jadi catatan untuk mengembangkan jenis kecerdasan anak (Bisa baca buku tentang Multiple Intelligence Research). Sebagai orang tua, kita harus teliti dan jeli dalam mengamati perkembangan anak.

15 komentar

15 komentar

Terimakasih sudah membaca sampai akhir :)
Mohon tidak meninggalkan link hidup di komentar.

Love,
Anggi
  • Diaz Bela
    Diaz Bela
    28 Mei 2023 pukul 21.35
    Aku salfok sama sensory playnya, keren banget mba! Anyway, terima kasih insightnya! berguna sekali untuk new mom kayak aku hehe
    Reply
  • Anggie Ghiaz
    Anggie Ghiaz
    27 Januari 2023 pukul 16.11
    Terima kasih kak sharingnya, mampir di website ini karena dapet teguran suami buat memikirkan kurikulum belajar anak kedepannya 💚
    • Anggie Ghiaz
      ANGGITA RAMANI
      30 Januari 2023 pukul 10.20
      Sama-sama, mba, semoga bermanfaat yaa
    Reply
  • Anonim
    Anonim
    25 Agustus 2022 pukul 16.50
    Alhamdulillah... bagaimana apabila menemui kesulitan terhadap pasangan yang belum mau paham tentang parenting. Apakah dapat berjalan hanya dengan satu sisi ?
    • Anonim
      ANGGITA RAMANI
      30 Januari 2023 pukul 10.20
      Bisa sih kak, cuma harus siapin mental sama hati yang ikhlas karena Allah ta'ala. Jadi biar ga dongkol kalau misal suami tidak menghargai
    Reply
  • Narasi Nia
    Narasi Nia
    22 Oktober 2021 pukul 12.12
    Setujuuuue!!p!d

    Kurikulum pendidikan tuh memang harus sesuai play lesson sekaligus dengan montessorinya
    Reply
  • Bunda Dina
    Bunda Dina
    17 Oktober 2021 pukul 08.45
    Wah, terencana betul dan merangkum beberapa metode.
    Semoga terlaksana dengan baik. Dan bila ada yang meleset, tak apa. Karena tidan teori yang sempurna.
    Reply
  • Ruang Edukasi
    Ruang Edukasi
    17 Oktober 2021 pukul 08.43
    Wah bisa dicoba juga nih
    Reply
  • nurul afiati
    nurul afiati
    17 Oktober 2021 pukul 08.31
    Wah seruu ya mba, buat aktivitas belajar bareng anak buat bonding semakin kuat juga. Selain itu aplikasi montessory buat kegiatan belajar jadi lebih menarik. Semoga aku pun bisa mengaplikasikan kurikulumnya di rumah
    Reply
  • Janu Muhammad
    Janu Muhammad
    16 Oktober 2021 pukul 16.26
    Halo mbak Anggita, wah topik artikelnya pas sekali untuk parenting. Terima kasih ya, saya tambahkan sebagai referensi untuk pendampingan si kecil di rumah.
    Reply
  • Ahmad Shah Laupa
    Ahmad Shah Laupa
    16 Oktober 2021 pukul 14.23
    Artikel yang sangat bermanfaat min. Boleh juga nih, akan saya coba praktekkan untuk membuat kurikulum pendidikan keluarga...
    Reply
  • Kabrina Rian
    Kabrina Rian
    16 Oktober 2021 pukul 14.21
    Wah! Keren banget tulisannya, Mbak. Saya jadi termotivasi untuk memperhatikan perkembangan kalau sudah punya anak. Suami dan istri kompak membentuk lingkungan belajar buat si kecil. Sukses selalu!
    Reply
  • laila dzuhria
    laila dzuhria
    16 Oktober 2021 pukul 14.07
    Sama mbak aku jg buat kurikulum keluarga. Menyamakan visi terlebih dahulu dg suami. Lalu mengeceknya tahapan2nya lalu disamakan lg misinya.

    Reply
  • relasipardigma
    relasipardigma
    16 Oktober 2021 pukul 11.35
    Di balik sistem pendidikan dan kurikulum yang sangat mendukung tumbuh kembang anak sehingga segala potensinya terasah dan terungkap, peranan orang tua juga sangat kuat kak, Pendidikan Terbaik Datang dari Orang Tua 👍👍
    Reply
  • Leantoro
    Leantoro
    16 Oktober 2021 pukul 11.28
    Mantab nih kurikulum pendidikan keluarga emang sangat penting dan jika bisa tak hanya disusun saja melainkan juga di implementasikan dan disosialisasikan kepada masyarakat
    Reply