Ia5K33hce05kVEU1UP8J8DLa01dvV8DSgOffubpV
Bookmark

Mendobrak Limit, Patahkan Ketakutan Bicara di Depan Umum Lewat Teknik Blogging

Don't limit your challenge, but challenge your limit!"

Komunitas Gandjel Rel

Jantungku mulai berdegup kencang. Dag dig dug duer! Seperti sedang ada konser musik di dalam dada. Rasa mulas pun ikut muncul, menjalar di bagian perut, memicu keringat dingin muncul.

Satu pertanyaan mematikan di luar materi yang aku kuasai, muncul dari kawan sekelas. Guru di kelas itu pun mendesakku untuk segera menjawab sambil mengomel.

Lidahku terasa kelu. Otakku seketika blank. Seluruh materi yang sudah aku hafalkan auto ambyar, buyar begitu saja. Jawaban yang keluar dari mulutku menjadi tidak sinkron dengan pertanyaan teman sekelasku.

Beberapa menit kemudian, guru di kelas itu pun langsung menghentikan presentasi sambil membawa-bawa nilai akademis yang bisa berkurang karena aku tak bisa menjawab pertanyaan. Rasa kesal, malu, takut, dan kecewa jadi satu di dalam pikiran.

Sejak saat itu aku jadi takut dan malas untuk berbicara di depan umum.


Takut Bicara di Depan Umum: Hasil Cap Jelek Guru Saat Tidak Bisa Menjawab Pertanyaan Presentasi

Anak-anak, nanti silakan bertanya kepada temannya tentang materi presentasi. Kalau bisa, tanya sampai temanmu tidak bisa menjawab."

Ada yang pernah mendapati guru sekolahnya dulu pernah berkata semacam ini? Mungkin maksudnya untuk menempa mental muridnya agar tahan banting. Sayangnya, niat baik ini sering disalahartikan oleh sebagian murid lain yang memiliki jiwa kompetitif tinggi.

Mereka biasanya suka melemparkan pertanyaan mematikan di luar materi yang membuat temannya benar-benar tidak bisa menjawab. Kesannya seperti ingin menjatuhkan. Padahal, nggak gitu juga konsepnya. 

Ancaman Nilai Buruk Akademis

Kebiasaan buruk sistem pendidikan Indonesia adalah orientasi nilai akademis di atas segalanya. Skill nomor kesekian, nilai akademis tinggi adalah segalanya. Begitu juga saat presentasi, nilai akademis selalu jadi ancaman kalau tidak bisa mempresentasikan dengan baik.

Namun, tidak semua guru seperti ini. Kebetulan saja guruku satu ini menganut sistem pendidikan seperti zamannya yang kolot, meskipun sebenarnya beliau sangat detil dalam memberikan materi pelajaran.

Takut Tidak Bisa Menjawab Saat Ditanya

Gara-gara ancaman nilai akademis tersebut, mulai muncullah berbagai rasa takut di dalam pikiranku. Terutama takut tidak bisa menjawab. Sampai fokus yang harusnya untuk memahami materi presentasi, tergeser oleh fokus bagaimana agar bisa menjawab pertanyaan.

Tidak Percaya Diri Terhadap Materi 

Selanjutnya, aku jadi kurang percaya diri dengan materi yang akan aku sampaikan. Harusnya justru percaya diri karena aku sendiri yang mengerjakan. Namun, aku makin larut dengan ketakutan tak berujung yang dibalut dengan rasa nervous.

Dicap Jelek oleh Guru Saat Tidak Bisa Menjawab Pertanyaan

Puncaknya saat guru itu memberikan cap jelek terhadap penampilan presentasiku. Hanya karena aku tidak bisa menjawab pertanyaan temanku yang menurutku seperti menguji.

Misalnya aku menjelaskan materi tentang klasifikasi tumbuhan dari A-E. Lalu, temanku bertanya tentang klasifikasi tumbuhan Z yang aku sendiri juga kurang tahu karena di buku pelajaran pun tidak ada.

Aku dianggap tidak belajar, kurang wawasan, dan tidak membaca materi. Padahal hampir semalam suntuk aku mempersiapkan semuanya. Kenapa prosesku tidak dihargai?

Dari sinilah aku mulai mengalami ketakutan untuk bicara di depan umum. Dalam artian, aku masih bisa bicara di depan umum. Akan tetapi, aku selalu mengalami semacam sindrom rasa mulas hebat di perut, rasa ingin muntah, dan detak jantung yang cepat.

Komunitas gandjel rel


Trauma Presentasi yang Mengubah Pribadiku Dari Ekstrovert ke Ambivert

Rasa trauma bicara di depan umum ternyata juga berdampak terhadap kepibradianku yang awalnya ekstrovert, jadi ambivert. Di satu sisi aku sangat suka bersosialisasi. Di sisi lain, rasa malu akibat tidak bisa presentasi dengan baik membuatku kadang malas bicara atau berinteraksi di depan umum. 

Dulu, aku kurang aware atau tidak tahu kalau ada kepribadian yang berada di perbatasan seperti ambivert ini. Hal yang teringat jelas saat itu adalah aku merasa diriku aneh. Ada rasa tidak nyaman saat harus berinteraksi dengan orang lain di tempat umum, tapi pada waktu yang bersamaan aku juga menyukainya.


Menekuni Dunia Bloger untuk Tetap Bersuara di Depan Umum Lewat Tulisan

Salah satu pelarian dari semua rasa tidak nyaman yang aku rasakan adalah menulis di blog, lalu membagikan tulisanku ke media sosial. Aku hanya berani bersuara lewat tulisan, tapi juga ingin semua orang tahu kalau “ada tulisanku, lo, bacaen” (ada tulisanku, lo, bacalah). Terlihat sekali pribadi ambivert yang terbentuk dalam diriku, bukan?

Nyaman Berekspresi Lewat Tulisan Tanpa Harus Bicara di Depan Umum

Menjadi seorang bloger atau narablog adalah hal paling nyaman bagiku untuk berbagi pikiran tanpa harus bicara di depan umum. Aku lebih suka mengekspresikan kegelisahan dari ruang pikiran lewat tulisan.

Dunia Blog Menempa Pola Berpikir yang Runut

Secara tidak langsung, dunia blog menempa pola pikirku menjadi lebih runut lewat teknik blogging. Sebelum menulis, aku pasti riset, menyusun kerangka tulisan, lalu membacanya dengan nyaring seakan-akan hendak menyampaikan tulisan itu kepada orang lain. Jika sudah terasa pas saat dibaca nyaring, artinya tulisan juga sudah oke dari susunan kalimat.


Mendobrak Limit Diri: Presentasi di Seminar Internasional Pakai Teknik Blogging

Sejak kejadian buruk yang aku alami saat presentasi di bangku SMP, ketakutanku untuk bicara di depan umum masih terus berlanjut hingga ke bangku kuliah. Terlebih lagi, di bangku kuliah kegiatan presentasi sudah seperti minum obat 3 kali sehari.

Di titik inilah ada suatu kejadian yang menyebabkan ketakutanku bicara di depan umum jadi hilang seketika. Sebuah perintah dosen pembimbing yang membuat dunia "public speaking"-ku berubah. 

Perintah Dosen Pembimbing untuk Presentasi di Seminar Internasional

Sekitar beberapa tahun silam, jurusan kimia tempatku kuliah akan mengadakan seminar internasional di Bali. Kebetulan aku diminta bapak kajur untuk jadi panitia acaranya.

Tiba-tiba ibu dosen pembimbing memanggilku ke ruangannya. Aku kira ada apa, ternyata beliau ingin aku presentasi hasil penelitian skripsi sementara yang sudah aku dapatkan hasilnya.

Duer! Rasanya seperti ada petasan tahun baru yang berbunyi di kepalaku. Presentasi pakai bahasa Indonesia tercinta saja masih belepotan dan gemetaran. Nah, ini malah disuruh presentasi pakai bahasa Inggris. Perutku auto mulas seketika.

Awalnya aku menolak secara halus. Namun, dosen pembimbingku yang terkenal perfeksionis, serta selalu mengasah skill menulis dan presentasi mahasiswanya ini meyakinkanku agar bisa latihan bicara di depan umum.

Motivasi Dosen Pembimbing

Kamu percaya, nggak? Orang yang terbiasa menulis dengan baik, sebenarnya punya potensi public speaking yang baik pula. MC aja pasti tetap nulis dulu garis besar apa aja yang mau diomongin, kan? Kamu juga harusnya yang lebih percaya diri, dong. Kan, kamu yang melakukan penelitian, bukan mereka. Kamu, dong, yang lebih ngerti dimana letak kekurangan atau kelebihan penelitianmu."

Ibu Nurul W.

Berdasarkan hasil penelitian Geva (2006) tentang literasi bahasa Inggris, ada kaitan yang erat antara cara berbicara yang lancar dengan kemampuan menulis yang baik. Wejangan ibu dosen pembimbing dan hasil penelitian inilah yang berhasil meyakinkanku bahwa kebiasaan menulis di blog akan membuatku lancar berbicara saat presentasi.

Selain itu, aku juga lebih yakin bahwa akulah bos dari apa yang aku presentasikan. Ibu dosen pembimbing pun berpesan kalau ada pertanyaan di luar konteks hasil penelitian yang tidak dimengerti ya tinggal jawab, "maaf, pengetahuan saya belum sampai di situ. Berdasarkan hasil penelitian dan pengetahuan saya hanya bla bla bla bla bla, jawab aja yang kamu ngerti."

Menulis vs bicara di depan umum

Menyusun Naskah Presentasi Pakai Teknik Blogging

Saat menyusun naskah presentasi, aku menggunakan teknik blogging yang cukup terkenal, yaitu story telling. Jadi, aku membuat tulisan dulu ala bloger mulai dari opening, isi, dan penutup dalam bahasa Indonesia dulu. Setelah itu baru aku terjemahkan ke dalam bahasa Inggris.

Latihan Presentasi dan Tips Tenang Saat Presentasi Ala Bloger

Langkah selanjutnya adalah latihan bicara. Mungkin banyak yang berkata untuk tidak menghafal naskah presentasi. Namun, bagiku yang masih pemula untuk presentasi dengan bahasa Inggris, tetap harus membacanya berulang kali secara nyaring, lalu menghafalnya. Aku juga sampai latihan bicara di depan cermin sampai berkali-kali.

Mungkin beberapa teman kuliah yang juga jadi panitia paham seberapa sering aku komat-kamit menghafal naskah presentasi bahasa Inggris. Mulai dari naik bus dari Surabaya ke Bali, saat tiba di hotel, subuh, dan sebelum tampil. Lama-kelamaan memang bisa hafal di luar kepala, sih. Jadi, kalau lupa sudah bisa improvisasi sendiri.

Keringat Dingin, Mual, dan Masuk Angin Sebelum Presentasi

Beberapa saat sebelum aku tampil presentasi, sindrom keringat dingin, mual, dan perut mulas pun kembali datang. Ditambah lagi AC ruangan yang di set lebih dingin dari 16 derajat untuk menghargai tamu asing dari negara lain. Badanku rasanya makin tak karuan karena sepertinya aku masuk angin. Udik sekali diriku yang tidak tahan AC kencang wkwkwk.

Mulutku semakin sering komat-kamit, merapalkan kembali kalimat yang sudah aku siapkan sambil menunggu giliran presentasi. Kali ini aku melakukan salah satu trik dari dosen pembimbing untuk menarik ujung bawah telinga. Kata beliau hal tersebut bisa merelaksasikan syaraf yang tegang akibat nervous.


Sukses Presentasi, Pertanyaan Terjawab dengan Elegan, Rasa Takut Bicara di Depan Umum pun Patah

Salah satu cara untuk mengobati trauma adalah justru menghadapkan seseorang dengan apa yang membuat dia trauma.”

Dedy Corbuzier

Tiba giliranku untuk presentasi, aku coba tarik napas panjang, kemudian tersenyum. Alhamdulillah, atas izin Allah SWT presentasiku dengan bahasa Inggris lancar seperti berkendara di jalan tol. Pertanyaan dari beberapa doktor atau profesor luar negeri pun gampil sekali, hanya seputar proses penelitian, dan kendala apa yang aku alami. Kalau pun aku tidak bisa menjawab, beliau-beliau ini justru memberikan semacam bahan diskusi atau saran.

Menulis Vs Bicara di depan umum
Senyum penuh kelegaan bersama ibu dosen pembimbing setelah presentasi (sumber: dokpri)

Rasanya plong sekali. Segala serangan sindrom dari trauma bicara di depan umum seperti rasa mual, mulas, dan keringat dingin yang aku rasakan hilang begitu saja. Ketakutanku untuk bicara di depan umum dan takut tidak bisa menjawab pertanyaan pun terpatahkan lewat diskusi sehat tersebut.

Limit yang biasanya menjadi batas seseorang takut untuk bicara di depan umum adalah diri sendiri, pikiran orang lain, dan takut salah. Kadang kita terlalu meragukan diri sendiri yang sebenarnya justru paling menguasai topik yang sudah dikerjakan. Selain itu, kita terlalu takut hal-hal yang tidak bisa dikontrol seperti pikiran orang lain. Kita juga kadang secara tidak sadar terikat dengan doktrin kolot  “tidak boleh salah” karena terbiasa mengejar kuantitas nilai akademis dibandingkan kualitas pemahaman.

Presentasi berbahasa Inggris di depan audiens asing mengajarkanku bahwa kita harus percaya diri dengan topik yang kita bawakan, nggak usah takut salah, dan it’s okay kalau nggak bisa menjawab pertanyaan. Jadikan kesalahan itu bahan diskusi bersama untuk perbaikan di masa depan.

Sejak saat itu sampai sekarang, aku sudah tidak takut salah atau dianggap jelek lagi jika harus bicara di depan umum. Rasa nervous tetap ada, tapi tidak seperti dulu yang sampai mual atau mulas. Ya, trauma dan sindrom demam panggung yang menyertaiku telah hilang di tanah Bali.


Penutup: Mematahkan Ketakutan Bicara di Depan Umum dengan Mendobrak Limit Diri

Rasa trauma bicara di depan umum membuatku jadi pribadi ambivert yang gemar bersuara lewat blog. Aku lebih nyaman menyuarakan aspirasi lewat tulisan dibandingkan harus bicara di depan orang-orang. Namun, seiring kebutuhan untuk mengembangkan skill diri, ujung-ujungnya tantangan untuk bicara di depan umum pasti akan datang juga.

Apalagi saat ini bloger juga banyak yang menampakkan dirinya di depan umum untuk berbagi wawasan dan ilmu. Jika sudah seperti ini, sebenarnya bisa menggunakan teknik blogging untuk melatih bicara di depan umum. Mulai dari menyusun kalimat opening yang menarik, isi, lalu penutup yang memikat. Setelah itu mulai mempraktikan teknik membaca nyaring untuk menentukan intonasi yang tepat dan sedikit hafalan agar tampil lebih percaya diri.

Menariknya, skill menulis seorang bloger ternyata bisa menjadikan seseorang lancar berbicara di depan umum secara sistematis. Rutin menulis bisa menjadikan otak terbiasa menyusun kalimat secara rapi. Tentunya disertai latihan dan jam terbang yang tinggi pula.

Dua kunci utama untuk mendobrak limit diri yang takut berbicara di depan umum adalah percaya dengan kemampuan diri sendiri dan memperbanyak latihan menulis disertai praktik bicara. Sebab, hanya diri sendiri yang mampu mendobrak limit diri dan mematahkan ketakutan bicara di depan umum. Support system di sekitar kita hanya berfungsi sebagai faktor pendorong.


Artikel ini diikutsertakan dalam lomba blog Gandjel Rel Menulis Vs Bicara di Depan Umum yang diadakan oleh komunitas blogger perempuan Semarang Gandjel Rel.


Referensi

Geva, E. (2006). Second-language oral proficiency and second-language literacy. In D. August, & T. Shanahan (Eds.), Developing literacy in second-language learners: Report of the National Literacy Panel on Language-Minority Children and Youth. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates, Inc. Retrieved June 12, 2013.

6 komentar

6 komentar

Terimakasih sudah membaca sampai akhir :)
Mohon tidak meninggalkan link hidup di komentar.

Love,
Anggi
  • Ria Kiyandra | Beauty, Life Style Blogger kiyandra.com
    Ria Kiyandra | Beauty, Life Style Blogger kiyandra.com
    6 Maret 2023 pukul 07.52
    Keren nih pake bahasa inggris.. ternyata orang extrovert juga bisa bermasalah ya bicara depan umum.. kirain cuman aku yang introvert lho Mba… semangat terus luar biasa
    Reply
  • Dewi Rieka
    Dewi Rieka
    22 Februari 2023 pukul 16.54
    Keren banget lho dari grogian dan ngga pede jadi lihai tampil di depan umum. Memang harus dipaksakan yaa
    Reply
  • April Fatmasari
    April Fatmasari
    21 Februari 2023 pukul 08.15
    MasyaAllah keren Mbak Anggit. Saya kalo dimintai tolong presentasi pakai bahasa Indonesia pun masih harus bikin teks dan ngafalin dulu. Hehe. Memang harus banyak belajar untuk luwes bicara di depan umum dan masih nyaman pakai media tulisan sejauh ini
    Reply
  • radiani
    radiani
    20 Februari 2023 pukul 13.06
    aku setuju banget sama poin-poin di atas, Mba. blogging tuh membantu banget untuk nyusun apa aja yang perlu disampaikan, jadi lebih runut dan ga loncat-loncat. tapi untuk public speaking, aku akui masih lemah di situ :")
    Reply
  • Me
    Me
    17 Februari 2023 pukul 10.27
    Saya termasuk orang yang ga pede bicara di depan umum, terlebih di depan orang2 penting dan orang yang tidak dikenal
    Reply
  • deamerina
    deamerina
    16 Februari 2023 pukul 09.32
    Waaak, keren Mbak Anggiiii 👏🏼✨✨ aku nggak kebayang gimana nervous nya. Ngomonh pake bahasa indonesia di depan umum aja aku masih belepotan, gmn pake bahasa inggris? Ngilu hatiku 🥲🤣 plongnya pasti kerasa banget sih itu ✨
    Reply