Ia5K33hce05kVEU1UP8J8DLa01dvV8DSgOffubpV
Bookmark

HOTEL MAJAPAHIT : Memoar 19 September 1945 di Antara Sisa Kemewahan Gaya Eropa

Assalamu'alaikum, Surabaya!

"19 September 1945, aku tak pernah menyangka bahwa aku akan mati di hari itu. Pagi itu, ribuan arek Suroboyo memenuhi jalan Tunjungan. Gelora amarah di dada seketika membara ketika melihat bendera merah-putih-biru kembali berkibar, seakan menghina sucinya darah pahlawan yang ditukar dengan warna merah-putih sebagai lambang kemerdekaan Indonesia. Tanpa komando dari siapa pun, arek Suroboyo memanjat tanpa takut ke atas hotel Yamato. Bersamaan dengan itu, satu per satu timah panas dari Sekutu menembus tubuh arek - arek Suroboyo. Satu per satu kawanku gugur di depan mata. Aku memejamkan mata, menahan tangis dan amarah yang menjadi satu. Aku terus memanjat. Sedikit lagi aku akan sampai di atas, hingga timah panas itu akhirnya menembus tubuhku. Rasanya tubuhku menjadi ringan, melayang di udara. Penglihatanku mulai kabur, tapi aku masih bisa melihat warna merah-putih itu akhirnya berkibar, berlatarkan langit biru yang cerah."

(Sebuah senandika "Seandainya Aku Pemuda yang Gugur di Tanggal 19 September 1945")
-Anggita Ramani-



Banyak yang mengira insiden perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato (Hotel Majapahit) terjadi tanggal 10 November 1945. Padahal, jelas tertulis di plakat dinding lantai 2 Hotel Majapahit bahwa insiden perobekan bendera Belanda terjadi tanggal 19 September 1945. Sebagai warga yang #BanggaSurabaya, melakukan #JelajahCagarBudayaSurabaya di Hotel Majapahit adalah salah satu cara untuk menghargai Sejarah besar bangsa Indonesia, khususnya di Surabaya.

MENGENANG MASA LALU HOTEL MAJAPAHIT


SEJARAH SINGKAT BANGUNAN

Bermula dari Sarkies Brother, keluarga pendiri hotel di berbagai dunia seperti The Eastern & Oriental  di Penang (1880), Hotel Raffles di Singapura (1887),  dan Hotel Strand di Birma (1901). Seperti sudah menjadi tradisi Sarkies Brother, Lucas Martin Sarkies (putra Martin Sarkies) mendirikan Hotel Oranje (Hotel Majapahit) tahun 1911 di Surabaya.

Hotel Oranje tahun 1911
Letak plakat peletakan batu pertama oleh Eugene Lucas Sarkies
Peletakan batu pertama dilakukan oleh Eugene Lucas Sarkies pada 1 Juni 1910, yang merupakan putra dari Lucas, sekaligus cucu dari Martin Sarkies. Penamaan Hotel Oranje diambil dari nama pahlawan Belanda Willem van Oranje.

Plakat berbahasa Belanda tentang peletakan batu pertama

PERGANTIAN NAMA HOTEL

Hotel Majapahit pernah mengalami beberapa kali pergantian nama mulai awal berdiri hingga 2006 :
  • Tahun 1911 : Hotel Oranje
  • Tahun 1942 : Hotel Yamato
  • Tahun 1945 : Hotel Merdeka
  • Tahun 1946 : Hotel L.M.S (Lucas Martin Sarkies)
  • Tahun 1969 : Hotel Majapahit
  • Tahun 1996 : Mandarin Oriental Hotel Majapahit
  • Tahun 2006 - sekarang : Hotel Majapahit

MEMOAR 19 SEPTEMBER 1945

Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 tak semudah itu mendapatkan pengakuan dari tentara sekutu, terutama Belanda yang masih ingin menguasai kembali Indonesia. Pada 18 September 1945, tentara sekutu dipimpin W.V.Ch. Ploegman tiba di Surabaya dan menempati kamar no. 33 Hotel Yamato. Ploegman lantas mengibarkan bendera Belanda berwarna merah-putih biru di tiang sebelah utara Hotel Yamato. Hal itu membuat Arek - arek Suroboyo marah, lantas berkumpul di sepanjang jalan Tunjungan pada 19 September 1945.

Plakat cerita insiden perobekan bendera Belanda pada 19 September 1945

GAGALNYA PERUNDINGAN DI KAMAR NO. 33

Kamar No. 33 di hotel Majapahit merupakan salah satu saksi bisu meletusnya Insiden Perobekan Bendera Belanda 19 September 1945. Di kamar itu pula dulunya terdapat semacam 'pintu darurat' yang tembus ke perkampungan.

Kamar Merdeka No, 33

Kisah di kamar ini bermula ketika Sudirman sebagai perwakilan RI yang dikawal oleh beberapa arek Suroboyo, meminta Ploegman untuk menurunkan bendera Belanda, tetapi Ploegman menolak. Perundingan tersebut pun gagal setelah Ploegman tewas dicekik Sidik dan tentara Belanda menembak Sidik. Beberapa pemuda yang mengawal Sudirman langsung berlari ke arah tiang bendera tempat bendera merah-putih-biru dikibarkan.

Tanpa dikomando, arek Suroboyo yang ada di sekitar jalan Tunjungan turut naik ke atas hotel. Rentetan peluru mulai ditembakkan oleh tentara sekutu dari bawah. Tapi itu semua tak menyurutkan semangat arek Suroboyo, hingga akhirnya mereka berhasil merobek bagian biru dari bendera Belanda itu disertai pekik "Merdeka". Sang merah putih pun kembali berkibar tanpa ada warna lain yang menyertai.


SISA KEMEWAHAN GAYA EROPA DI HOTEL MAJAPAHIT

Kembali ke masa kini, bangunan yang masih berdiri megah di Jalan Tunjungan itu, merupakan salah satu hotel tertua di Indonesia dengan keaslian bangunan yang masih dipertahankan. Banyak sekali bagian bangunan yang masih menunjukkan sisa kemewahan abad lampau dengan gaya khas kolonial Belanda, yang tentunya juga memiliki nuansa gaya Eropa yang elegan.

GAYA ART NOUVEAU - ART DECO

Bangunan yang terletak di Jalan Tunjungan ini dirancang oleh arsitek kelahiran Inggris Regent Alfred John Bidwell, memadukan gaya Art Nouveau dan Art Deco. Salah satu gaya Art Nouveau ada di bangunan yang berada di lantai 2 Hotel majapahit, tempat plakat kisah Insiden Perobekan Bendera Belanda pada 19 September 1945.

 Aliran Art Nouveau identik dengan garis lengkung sebagai pemberontakan atas garis lurus dan geometris primitif
Sedangkan gaya Art Deco tampak kental pada ornamen kaca berbentuk persegi yang geometris serta tersusun dalam pola tertentu. Selain itu juga tampak pada ornamen tradisional dan furniture berbahan kayu jati.

Art Deco : Ornamen kaca berbentuk persegi geometris

BALLROOM BALAI ADIKA

Ballroom bergaya Eropa (Balai Adika) masih menunjukkan sisa kemewahan abad lampau di masa kolonial Belanda. Deretan kursi cantik, dekorasi ruangan serta lampu ruang yang klasik semakin menambah suasana Eropa di jaman dulu. Selain itu, ballroom ini dulu juga digunakan untuk pertunjukan opera atau sekadar spot dansa tuan dan nyonya Belanda.

Bagian ballrom Balai Adika diambil dari lantai 2
Swafoto (selfie) dari lantai 2 dan mencoba menari di lantai 1 ballrom Balai Adika

KORIDOR LENGKUNG

Hotel Majapahit memiliki koridor lengkung (arch) bergaya khas kolonial Belanda dengan warna dominan putih, jendela besar, pintu panjang dan atap yang tinggi. Koridor lengkung itu juga berfungsi sebagai akses sirkulasi udara, penepis air hujan dan sinar matahari langsung.


Koridor lengkung di Hotel Majapahit

KOMPONEN BOVENLICHT

Memasuki lobby hotel, pada langit - langit bangunan akan ada komponen jendela kaca kecil berwarna yang disebut sebagai bovenlicht atau kaca patri. Bovenlicht ini merupakan salah satu ciri khas gaya kolonial Belanda. Bovenlicht ini juga tersebar di beberapa bagian bangunan di hotel Majapahit.

Bovenlicht di lobby hotel
Komponen Bovenlicht di beberapa bagian bangunan Hotel Majapahit

REFERENSI :

  • Brosur dan wawancara pihak Hotel Majapahit
  • Wawancara Alm.Bapak Hartoyik, Ketua LVRI (7 Mei 2017)


2 komentar

2 komentar

Terimakasih sudah membaca sampai akhir :)
Mohon tidak meninggalkan link hidup di komentar.

Love,
Anggi
  • ANGGITA RAMANI
    ANGGITA RAMANI
    15 November 2018 pukul 11.08
    Terimakasih :)
    Reply
  • Radit
    Radit
    15 November 2018 pukul 11.00
    Waaah keren tulisannya *two thumbs up
    Reply