Ia5K33hce05kVEU1UP8J8DLa01dvV8DSgOffubpV
Bookmark

Cerita Merry: Dilemma Jauhnya Jarak Umur dengan Adik

"Mbak, aku boleh ke rumahmu hari ini? Aku harus bertemu manusia nyata biartetap waras," begitu isi pesan dari teman sesama blogger Surabaya yang dulu juga pernah berjuang di suatu komunitas.

"Oke, boleh. Main aja nggak apa-apa, toh aku juga cuma di rumah aja."

Singkat cerita, temanku yang bernama Merry ini sesampainya di rumah langsung cas cis cus cerita tentang dunia blogger.  Meri ini seorang blogger, sama sepertiku dengan niche gado-gado. Teman-teman bisa banget ngintip tulisan Merry yang seru abis di Blog Merry.

Selain itu, Merry juga curhat tentang parenting yang ia terapkan ke adiknya. Cerita dari Merry ini sangat menarik sekali. Sebab jarak umur antara dia dan adiknya cukup jauh, sehingga tak jarang Merry ini seperti sosok ibu bagi adiknya.

Penasaran gimana nih, cerita Merry yang masih berusia belia menerapkan parenting sesuai cara berpikirnya dan apa yang ia pahami. Yuk, langsung aja kita baca cerita seru dari Merry.

Guest Post

Dilemma Jauhnya Umur dengan Adik

Haloo, temen-temennya, Mbak Anggi! 

Aku Merry atau banyak juga yang manggilnya dea, pemilik blog www.deamerina.com yang isinya nano-nano hehe. Kali ini aku mau sharing dikit di blog ibundanya Sabil ini tentang kehidupan acak adutku bersama seorang bocah laki-laki yang kurang beruntung karena dia jadi adikku haha.

Kalau biasanya jarak kayak adik umumnya sekitar 1-5 tahun rata-rata, nah di case aku rada beda. Jarak usia aku dan adik adalah ……. 16 tahun haha. Terlampau jauh memang. Adik lahir pas aku SMA. bisa kebayang kan kalau misalnya aku pergi sama dia pasti aku dikira ibunya. Ini sampai sekarang sih hehe. 

Aku mau cerita sedikit tentang pengalaman hidup dengan adik yang beda usia 16 tahun. Panggil aja dia Go. Sejujurnya ini membuka mata dan hatiku tentang gimana parenting. Aku nggak berani bilang ini parenting yang benar, karena setiap orang punya pandangan berbeda-beda tentang yang dianggap benar. 

Semoga aja teman-teman bisa ambil hikmah yang baik di balik ceritaku. Here we go~


Nggak Adanya Sosok Ayah

Mungkin sesuatu yang punya pengaruh besar dalam gimana aku memperlakukan Go yang masih kelas 6 SD ini adalah nggak adanya sosok ayah di rumah. Orangtuaku berpisah waktu aku kuliah dan semua anak ikut ibu. 

Aku sadar perbedaan karakter ayah dan ibu punya pengaruh ke cara didik anaknya. Dan dalam kondisi ini bisa dibilang ibuku tipikal yang santaaaiii banget kayak di pantai hehe. Sedangkan aku tipikal yang teratur. Nah, dari sini mungkin udah bisa dibayangin gimana bentroknya antara aku dan ibu kali yaaa hehe. 

1. Menegaskan Kewajiban

Bagian yang terberat dari mendidik adik laki-laki dengan kondisi nggak adanya sosok ayah adalah menegaskan kewajiban. Setelah 27 tahun aku hidup, aku sadar banyak banget pentingnya menegaskan kewajiban. Dalam beberapa hal bahkan nggak ada kata toleransi. 

Karakter ibu yang santai dan lebih ngemong membuat Go jadi banyak menyepelekan atau menawar sesuatu. Kayak misalnya salat. Begitu masuk waktu salat, biasanya ibu bakalan mengingatkan Go untuk segera salat. Sayangnya, buat Go, perintah ibu ini nggak langsung dikerjakan. Adaaaa aja alasannya. Yang seringkali berujung Go nggak salat. 

Karena seringkali nggak salat, jadinya akulah yang mengeaskan. Biasanya yang aku lakukan supaya dia salat adalah tetap mengoceh di sampingnya sampai dia beranjak. Bahkan kadang kalau masih nggak ada tanda-tanda dia beranjak, aku bakalan tarik dia ke tempat wudhu. 

Well, aku sadar kekerasan emang nggak dianjurkan. Tapi dalam beberapa hal, ini cukup efektif. Karena setelahnya Go pun paham kalau aku ngomong nggak didengerin dia bakalan tahu apa yang aku lakukan. 

Alhamdulillah sekarang sih udah nggak perlu ngomong berkali-kali. Sekali ngomong dia udah langsung jalan. Dan kalau soal solat, dia udah sadar untuk langsung salat begitu dengar adzan. Terharu banget. 

2. Membiasakan Mandiri

Menjadi anak perempuan satu-satunya di rumah, membuat aku pribadi jadi lebih terbebani perihal pekerjaan rumah. Hal inilah yang aku sadari ada kesalahan sewaktu orang tua mendidik kami, anak-anaknya waktu kecil. Budaya patriarki. Bagiku setiap orang punya tanggung jawab atas dirinya sendiri.  

Karena sadar hal itu salah, aku membiasakan adik untuk lebih mandiri. Seperti sekadar mencuci piringnya sendiri setelah makan, membantu mengambil jemuran, membiasakan membersihkan kamar begitu bangun, dan pekerjaan rumah lainnya. 

Seperti biasa, awal kebiasaan ini pun dimulai dengan omelan-omelanku yang supeeer panjang. Dia pun seringkali nangis dongkol cuma perkara nggak mau cuci pirinya sendiri. Asli capek banget bund. Sempat juga beberapa kali rasanya kayak mau diyaudahin aja. Tapi ternyata aku nggak bisa meng-yaudahin aja kayak ibu yang satuy bener mencucikan piring Go. 

Sampai akhirnya suatu ketika Go udah terbiasa langsung jalan ke dapur buat cuci piringnya setelah makan. Ternyata bahagia itu sederhana hiks. Ada kejadian lucu soal ini.

Bulan puasa kemarin, Go diajak ibu pergi buka bersama bareng teman-teman ibu di hotel. Setelah makan, Go bawa piringnya yang udah bersih ke bagian kitchen dan lansgung ditanya sama petugasnya, mau ngapain dek? Ya dijawab adikku mau taruh piring kotor dan otomatis diketawain sama petugasnya. Ibu jelas udah cekikian di meja bareng temen-temennya. 

Hhhh, waktu dengar cerita ini jujur aku terharu. Setelah perjuangan panjang dengan nyanyian merdu omelanku setiap hari akhirnya ngefek juga ke adikku hehe. 

3. Menjadi Teman Bicara

Punya adik yang beda umur jauh bikin aku mau nggak mau belajar parenting juga. Sebenarnya ini yang rada sulit aku lakukan. Secara, di mata adikku, aku ini kakak yang super jahat karena demen ngomel dan nyuruh bersih-bersih. Tapi, ya gimana lagi? Aku tetap harus berusaha jadi teman bicaranya yang baik. 

Karena adikku bukan tipikal anak yang mudah menceritakan masalahnya, seringkali aku harus bener-bener sabar buat ngobrol heart to heart. Biasanya aku memanfaatkan momen nonton film sambil ‘mengintrogasi’. Entah perihal sekolahnya, temennya, atau masa depan. 

Atau biasanya juga aku bisa ‘ngobrol’ sama dia kalau lagi makan berdua di luar atau sekadar jalan-jalan. Di waktu-waktu itulah yang biasanya aku pakai buat menjelaskan kenapa aku bersikap begini dan begitu. Intinya, adikku lebih bisa diajak ngomong kalau kami lagi berdua. Kalau lagi sama banyak orang dia jadi lebih guyonan. 

4. Memberi pemahaman keuangan

Well, aku harus mengakui kalau aku tumbuh dengan pemahaman keuangan yang sangat rendah sejak kecil. Inilah yang berusaha aku perbaiki ke Go. Hal ini juga cukup sering bikin aku dan ibu adu mulut. Jelaslah ya, namanya ibu nggak bakalan sekejam kakak haha. 

Aku sering kasih batasan tentang uang ke adikku. Misalnya waktu dia lagi ikut aku ke minimarket membeli sesuatu dan dia ingin beli jajan. Aku selalu memberikan batasan jumlah uang. Kalau dia ingin membeli jajan lebih dari batasan itu, berarti jatah jajan dia besoknya akan berkurang. Diakumulasi seperti itu. 

Sayangnya, hal ini masih sering dilanggar Go karena adik aku yang sudah besar, si Patrick, seringkali memberikan uang berlebih tanpa pemahaman. Seperti yang dulu ayah kami sering lakukan. Hmm. 

Banyak banget hal yang aku sadari saat membantu ibu mendidik Go. Termasuk kenapa aku saat ini begini dan begitu. Kalau dirunut mamang asal muasalnya dari didikan orang tua kami. Aku nggak menyalahkan orang tua aku. Aku paham menikah pada saat itu mungkin bukan hal yang mudah. Berbeda dengan kondisi saat ini yang mudah sekali mendapatkan informasi. 

Well, sekian curhat colongan dari aku si kakak tukang ngomel haha. Semoga ada hal baik yang bisa didapatkan dari curhatan ini. Aku pun sampai sekarang masih perlu belajar banyak perihal parenting. Semoga kita semua selalu diberi kesabaran berhadapan dengan anak-anak yaaa hehe. Bye


Penutup

Menarik bukan, cerita dari Merry tentang pengasuhan atau parenting yang ia lakukan untuk adiknya? Istilah parenting menurutku nggak hanya boleh disebut untuk orang yang sudah menikah. Peraturan atau rules yang dibuat Merry untuk adiknya merupakan bentuk dari parenting juga. Bahkan, sampai sekarang sebagai orang tua pun aku juga masih butuh banyak belajar tentang parenting.

Buat teman-teman yang masih penasaran dengan tulisan-tulisan Merry, bisa banget kunjungi www.deamerina.com. Aku sih suka baca bagian traveling dan review skincare dari si Merry ini. Banyak banget referensinya, jadi nggak bingung lagi milih skincare yang sesuai dengan kondisi kulit.

15 komentar

15 komentar

Terimakasih sudah membaca sampai akhir :)
Mohon tidak meninggalkan link hidup di komentar.

Love,
Anggi
  • Dian farida ismyama
    Dian farida ismyama
    5 Oktober 2022 pukul 12.06
    Ya ampun terharu ternyata ada maksudnya ditakdirkan usia dg adiknya jauh, ya agar ada yg membantu sang ibu untuk mendidik adiknya tsb. Seru sih jadi pelajaran juga buat saya untuk terus ngomel agar anak mau salat dan cuci piring
    Reply
  • Listiorini Ajeng Purvashti
    Listiorini Ajeng Purvashti
    5 Oktober 2022 pukul 06.58
    Memang sulit kalau bahas soal parenting, banyak teori tapi dalam praktiknya wah luar biasa sulit. Apalagi ini parenting yg ditanamkan untuk adik ya, agak dilemma memang
    Reply
  • Nunu Amir
    Nunu Amir
    5 Oktober 2022 pukul 06.11
    wah jauh bgt jaraknya, punya kk yg lbh dewasa enak hg ya. Ada yg mengayomi
    Reply
  • https://www.rumahami.com
    https://www.rumahami.com
    4 Oktober 2022 pukul 11.08
    Umur anak keduaku udah 9 tahun. Dan masih ingin nambah satu lagi. Jadi tercerahkan dengan artikel ini. Kali aja aku punya anak.bayi lagi, xixixi.
    Reply
  • Bundamami
    Bundamami
    4 Oktober 2022 pukul 08.40
    Kisahnya cukup unik ya Mbak. Memang gaya parenting itu memengaruhi perilaku dan kepribadian anak hingga dewasa. Keren banget nih Mbak Merry sudah bisa mendidik adiknya agar tetap 'on the track'.
    Reply
  • Han
    Han
    3 Oktober 2022 pukul 18.21
    Terimakasih mba postingannya, aku ikut belajar di sini. Sebagai ibu yang pengen punya anak lagi hihi.. semoga segera diijabah, bantu doain aku yaa mba hehe
    Reply
  • Rindang Yuliani
    Rindang Yuliani
    3 Oktober 2022 pukul 13.36
    Menarik sih hubungan saudara yang terpaut usia cukup jauh itu kayak bikin sang kakak menjadi alternatif orang tua. apalagi kalau orangtuanya jauh atau bahkan sudah tidak ada.Mungkin saj ada jarak karena usia yang terpaut jauh, tetapi sebaiknya tetap pertahankan kedekatan karena saudara tetaplah saudara.
    Reply
  • Juwita
    Juwita
    1 Oktober 2022 pukul 10.31
    Sebagai orang tua pun aku juga masih butuh banyak belajar tentang parenting. Kalimat yang senantiasa memotivasi saya untuk waras
    Reply
  • Dyah Kusuma
    Dyah Kusuma
    1 Oktober 2022 pukul 10.07
    belajar parenting itu ternyata seru-seru sedap sih, ga semuanya bisa dilakukan persis, disesuaikan dengan gaya pribadi masing-masing aja, yang penting ga jadi stress sendiri wkwk, itu versi aku sih
    Reply
  • Saraah Megha
    Saraah Megha
    1 Oktober 2022 pukul 10.01
    setuju mbaaaak, teringat kemarin aku ikut webinar bahkanm bisa juga untuk kakak ke adiknya, kalau yang pas webinar ada penanya mengasuh adiknya di mana ayahnya sudah meninggal dan adiknya butuh figur seorang ayah
    Reply
  • https://www.rumahami.com
    https://www.rumahami.com
    1 Oktober 2022 pukul 09.48
    Unik kisah Merry ya. Beruntung Go punya Kakak yang care sama dia.
    Reply
  • lendyagassi
    lendyagassi
    1 Oktober 2022 pukul 09.26
    MashaAllah~
    Kakak yang luar biasa. Dan keluarga suami pun mengalami hal yang sama. Suami dan adiknya yang terakhir jaraknya kurang lebih 16 atau 17 tahun gitu.. Dan kini, ketika kami sudah menikah, kami tetap memberikan pemahaman pada adik kalau papa Mama sudah pensiun dan semoga kondisi keuangan juga pengasuhan adik adalah tanggunjawab kami.

    Semoga sang adik memahami peran "kakak" dan sejauh ini, aku sebagai ipar juga santai, hehhee.. yang aga strict justru suami. Apalagi terkait akademik.
    Reply
  • Dee_Arif
    Dee_Arif
    1 Oktober 2022 pukul 09.15
    Iya, kalau perbedaan umur dengan adik terlalu jauh kadang agak lebih menantang ya mbak
    Jadi penasaran dengan tulisan Merry
    Reply
  • Our Life
    Our Life
    30 September 2022 pukul 18.06
    Sip sudah latihan ya mbak Meri utk jadi parent yg sesungguhnya hehehe
    Reply
  • Jejak Pena Oemy Ikbar
    Jejak Pena Oemy Ikbar
    29 September 2022 pukul 18.54
    Go beruntung banget punya kakak seperti Teh Merry, tanggung jawab dan perhatian walaupun dianggap galak sama adiknya wkwkwk
    Reply