Konten [Tampil]
Assalamu’alaikum, Surabaya
“Seandainya
aku tidak bersekolah di Tomoe dan tidak bertemu dengan Pak Kobayashi, mungkin
aku akan dicap ‘anak nakal’, tumbuh tanpa rasa percaya diri, menderita kelainan
jiwa dan bingung (Tetsuko Kuroyanagi dalam Buku Totto-Chan : Gadis Cilik di
Jendela).”
Ketika pertama kali mendengar buku
dengan judul “Totto-chan” dari teman SMA dulu, yang terbesit di pikiran saya
adalah cerita tentang seorang gadis Jepang bernama Totto-chan. Pikiran tersebut
tidak sepenuhnya salah namun juga tidak sepenuhnya benar. Novel karangan
Tetsuko Kuroyanagi ini merupakan sebuah novel yang bercerita tentang kisah
nyata Totto-chan dan salah satu sekolah unik di Jepang bernama Tomoe. Sekolah unik
tersebut berada di bekas gerbong kereta api. Jadi, ya, sekolahnya di dalam
gerbong kereta api yang sudah tidak dipakai. Selain itu, sekolah besutan Pak
Sosaku Kobayashi tersebut memiliki sistem pendidikan yang sangat berbeda dengan
sekolah pada umumnya. Saya pribadi kagum dengan Bapak kepala sekolah yang suabarnya
kayak malaikat tak bersayap iniiii…
Novel ini ditulis tahun 1982. Latar
belakang cerita masih berada dalam lingkup Perang Dunia 2. Ceritanya ringan,
polos, unik dan apa adanya. Bacaan ringan untuk semua umur menurut saya. Bagi
anda yang bergerak di dunia pendidikan, ibu rumah tangga atau calon ibu rumah
tangga dan yang memiliki passion dalam perkembangan dunia pendidikan anak wajib
membaca novel ini :)
Cerita di novel ini diawali dengan
Totto-chan yang dikeluarkan dari sekolah padahal masih beberapa hari memulai
sekolahnya di tingkat sekolah dasar. Guru – guru di sekolah menganggap
Totto-chan adalah gadis pembuat onar yang menghambat kelas. Padahal gadis kecil
itu hanya mempunyai rasa ingin tahu yang besar.
Salah satu perbuatan gadis cilik itu
yang membuat Guru Totto-chan kesal namun membuat saya pribadi tertawa adalah
saat Totto-chan tiba – tiba berlari ke arah jendela di tengah pelajaran. Dia
terlihat berbicara kepada seseorang. Sang Guru pun otomatis berusaha
mengingatkan, tapi Totto-chan seperti tenggelam dalam dunianya sendiri. Antara
kesal dan takut, Bu Guru pun mendekati Totto-chan, penasaran dengan siapa
Totto-chan asyik berbicara. Ketika tahu dengan siapa Totto-chan berbicara,
semakin kesal dan gemas saja Bu Guru ini pada Totto-chan. Tau nggak Totto-chan
lagi ngomong sama siapa?
Burung Wallet yang lagi nangkring di
pohon. Hahahahaha *tepok jidat*. Kalau saya jadi gurunya paling cuma ketawa
absurd, tapi ini gurunya sepetinya sudah gemes, nggak sabar sama tingkahnya
Totto-chan.
Meskipun Totto-chan dikeluarkan, Mama
(Ibu Totto-chan) tidak memberitahu putrinya. Ia hanya mengatakan kepada
Totto-chan untuk mencari sekolah yang lebih seru dan asyik dibandingkan sekolah
lamanya. Totto-chan yang masih polos pun hanya mengiyakan. Dalam pikirannya, ia
senang akan mendapatkan petualangan baru yang lebih seru dibandingkan sekolah
lamanya.
Awal cerita yang langsung membuat saya
terenyuh sekaligus senang melihat cara berpikir orang tua Totto-chan. Mereka
tidak marah atau pun menyalahkan Totto-chan, namun malah berusaha membuat
Totto-chan berpikir positif bahwa ia bukan “anak nakal”. Mama tahu kalau
putrinya tidak akan mengerti mengapa Totto-chan dianggap salah ketika melakukan
hal – hal untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Maka, Mama memutuskan untuk tidak
memberi tahu Totto-chan kalau ia dikeluarkan dari sekolah. Bahkan Totto-chan
baru mengetahui cerita bahwa ia pernah dikeluarkan dari sekolah saat usianya
dua puluh tahun.
Saya tidak bisa membayangkan bagaimana
anak seumur Totto-chan akan bereaksi jika orang tua nya memberi tahu bahwa ia
dikeluarkan dari sekolah. Menurut buku – buku tentang pendidikan anak yang
pernah saya baca, anak – anak dengan golden age sekitar 6 – 10 tahun (Usia SD)
akan mudah sekali menerima sugesti dari lingkungan sekitar. Ketika lingkungan
sekitar meneriakkan, “kamu anak nakal,” maka pikiran tersebut akan tertanam
kuat di alam bawah sadar mereka dan susah untuk hilang. Mereka akan tumbuh
dengan pikiran bahwa mereka “anak nakal”.
Dari sini saya ingin berbagi secuil
kisah di dalam novel Totto-chan yang menurut saya cukup penting untuk dijadikan
model pendidikan anak. Saya memang belum berkeluarga hehe (:p), tapi saya
pernah menjalankan sebuah program pengabdian masyarakat untuk pendidikan anak.
Jadi, saya sedikit mengerti tentang kondisi psikologis anak usia SD.
Berikut ini beberapa hal yang berkesan
bagi saya untuk pendidikan anak yang sudah saya rangkum menjadi 5 poin :
1.
PAK KOBAYASHI
Sebelum membahas semuanya, kenalan dulu
lah sama sang founder dari sekolah
Tomoe, pak Sosaku Kobayashi. Bapak satu ini sangat sabar dan berjiwa malaikat
bangeeeett. Beliau selalu mendengarkan keluh kesah muridnya. Pokoknya so sweet banget lah kalau sama muridnya di sekolah
Tomoe.
Ketika Totto-chan ingin memasuki sekolah
Tomoe ini, beliau hanya menyuruh Mama pulang, lalu mengajak Totto-chan masuk ke
ruangannya untuk menjalani sebuah tes. Tes yang dilakukan oleh pak Kobayashi
kepada Totto-chan agar bisa masuk di sekolah ini adalah “bercerita”. Si imut
Totto-chan hanya disuruh duduk lalu bercerita apa saja yang ada di pikirannya.
Pak kobayashi mendnegarkan dengan sabar dan serius sambil sesekali bertanya
atau sekedar berinteraksi dengan gadis kecil ini. Totto-chan yang terkenal suka
berceloteh itu sampai kehabisan cerita. Bagian yang paling mencengangkan adalah
Totto-chan telah bercerita hingga 5 jam dan Pak Kobayashi setia mendengarkan
cerita gadis itu tanpa menyela
sedikit pun.
Lima jam bapak dan ibu sekalian, lima
jam. Waktu yang cukup lama dan membosankan bagi orang dewasa untuk mendengarkan
cerita anak kecil. Tapi Pak Kobayashi sangaaaaaaat suaaaabar mendengarkan
cerita Totto-chan. Lepas dari obrolan 5 jam bersama pak Kobayasi, Totto-chan
terlihat sangat puas, merasa bahwa ceritanya dihargai oleh orang lain.
Pelajaran pertama yang bisa diambil di
dalam poin ini adalah “menghargai orang
yang sedang berbicara tidak peduli berapa umur maupun latar belakang sosialnya”.
Kalau ada orang lain berbicara, siapa pun itu, setidaknya dengarkan sampai
selesai apa yang dibicarakan. Meskipun itu anak kecil yang terkadang omongannya
ngalor – ngidul karena imajinasi mereka sedang berlebihan di masanya.
2.
JAM PELAJARAN DI TOMOE
Di sekolah pada umumnya, jam pelajaran
sudah ditentukan urutannya oleh pihak sekolah. Tapi tidak dengan sekolah Tomoe.
Setiap anak di sekolah Tomoe bebas menentukan mata pelajaran mana yang mereka
suka terlebih dahulu. Misalkan saja ada salah satu teman Totto-chan bernama
Tai-chan sangat menyukai pelajaran sains. Ia selalu mengerjakan percobaan sains
di meja belakang Totto-chan di awal jam sekolah. Jam kedua, ketiga dan
seterusnya juga terserah mau diisi dengan mata pelaaran apa sesuai dengan
kelompok jadwal pelajaran di hari itu. Guru di sekolah Tomoe sudah dipersiapkan
untuk hal tersebut. Metode nya adalah belajar mandiri. Guru hanya melayani
konsultasi jika murid merasa kesulitan, menjelaskan secara personal hingga
murid mengerti sepenuhnya serta memberikan soal – soal latihan.
Melalui metode pembelajaran tersebut, Pak
Kobayashi berharap para Guru bisa mengamati perkembangan tiap anak melalui hal
yang mereka sukai. Selanjutnya mereka akan diarahkan untuk cita – cita mereka
di masa depan. Poin yang bisa saya ambil di sini adalah “penanaman mindset untuk meraih cita – cita, bukan nilai”. Jujur
saja, sekolah di Indonesia kebanyakan menanamkan mindset untuk meraih nilai
tinggi (saya salah satu korbannya). Padahal nilai bukanlah segala – galanya. Nilai
tinggi memang penting, namun jangan sampai kehilangan jati diri dan passion
kita. Saya yakin tiap orang terlahir dengan kemampuan atau kelebihan masing –
masing. Tiap orang berbeda dan unik.
Mulai sekarang, untuk generasi muda,
mari kita tebarkan mindset meraih cita – cita. Jangan biarkan mereka jatuh ke
lubang yang sama. Sekarang, coba tanyakan pelan – pelan pada diri anda sendiri “apa
sebenarnya cita – citaku?”
Saya berharap semoga anda bisa menjawab
atau bahkan sudah meraih cita – cita anda :)
3.
MENANAMKAN RASA PERCAYA
Ini bagian paling favorit saya ketika
membaca buku Totto-chan. Ada sebuah bagian cerita ketika dompet kesayangan Totto-chan
terjatuh ke dalam toilet. Sebelumnya saya jelaskan dulu, toilet di jaman dahulu
belum ada sistem saluran air. Bentuknya semacam lubang kakus dengan bak
penampung kotoran berada di bawah lubang kakus tersebut. Nah, tau sendiri kan
Totto-chan nggak bisa diem dan akalnya banyak.
Apakah yang dilakukan Totto-chan??? Tet
teretetet…….Jreng! Dia mengambil semacam gayung kayu untuk mengangkat kotoran
dari dalam bak penampung lalu mengeluarkannya ke tanah sekitar kakus. Beberapa
menit berlalu, tumpukan kotoran di atas tanah semakin banyak dan dompet
Totto-chan belum juga nampak.
Sedetik kemudian pak Kobayashi lewat.
Jeng jeng, hayooo kira – kira apa reaksi pak kepala sekolah satu ini????
Pak kobayashi hanya bertanya dengan
santai : “Kamu sedang apa?” (Malaikat bangeeeettt, gileeee)
Totto-chan pun menjawab bahwa ia ingin
mengambil dompet kesayangannya yang jatuh ke dalam kakus. Lantas pak Kobayashi
pun hanya berkata dengan ramah, “kau akan mengembalikan semuanya kalau sudah
selesai, kan?”
Totto-chan menjawab, “Ya!” dengan riang.
Kebayang kan, kotoran yang sudah
dikeluarkan Totto-chan dari bak penampungan sudah jadi gunung – gunung kecil di
tanah. Otomatis kalau ingin dimasukkan kembali, dia harus memasukkan sepaket
dengan tanah agar bau busuknya tidak tertinggal. Tapi, ya, akhirnya Totto-chan
nurut, dia memasukkan kembali semua kotoran beserta tanahnya ke bak penampungan
itu. Walaupun akhirnya dompetnya tetap nggak ketemu, tapi Totto-chan merasa
puas dengan usahanya.
Poin pendidikan yang bisa dipelajari
dari cerita ini adalah “mempercayai dan
tidak memarahi ketika anak mencoba berbuat sesuatu untuk menyelesaikan
masalahnya.” Kebanyakan orang dewasa pasti akan langsung darah tinggi
melihat kejadian Totto-chan tersebut, saya sendiri pun mungkin syok (lol) dan
terhenyak dengan tingkah laku Totto-chan. Namun, ternyata rasa percaya yang
diberikan pak Kobayashi kepada Totto-chan lebih efektif membentuk karakter tanggung
jawab pada diri anak.
4.
MEMAHAMI MASALAH ORANG LAIN
Alkisah di dalam buku ini, Totto-chan
pernah diberi sebuah pita yang sangat cantik oleh bibinya. Ia sering sekali
memakai ke sekolah hingga suatu saat pak Kobayashi menanyakan kepada Totto-chan
dimana ia membeli pita tersebut. Totto-chan pun menjawab dengan semangat bahwa
itu hadiah dari bibinya. Pita itu diambil dari gaun bibinya.
Pak kobayashi pun menjelaskan bahwa ia
sudah berkeliling di Jiyugaoka mencari pita tersebut untuk salah satu murid
sekaligus putrinya, Miyo-chan, namun tak kunjung mendapatkan pita itu. Pak
kobayashi pun berkata dengan sangat pelan kepada Totto-chan, “Totto-chan, aku
akan sangat berterima kasih jika kau tidak memakai pita itu ke sekolah. Kau
tahu kan, Miyo-chan selalu merengek – rengek minta pita itu. Kau keberatan?”
Ajaibnya Totto-chan langsung menyetujui
permintaan pak Kobayashi. Meskipun agak kecewa, tapi Totto-chan merasa iba ketika
membayangkan sosok baik hati, ramah dan sabar seperti pak Kobayashi harus
keluar – masuk ke semua toko pita demi mencari pita handmade seperti
Totto-chan. Seperti itulah siswa Tomoe diajarkan untuk “memahami masalah orang lain dan berusaha membantu, tak peduli seberapa
muda usia mereka”.
5.
“KAU ANAK YANG BAIK…”
Prinsip yang dianut oleh pak Kobayashi
adalah “setiap anak dilahirkan dengan
watak baik”. Pak Kobayashi selalu berusaha menemukan watak baik tiap anak,
lalu menegmbangkannya agar anak – anak bisa tumbuh menjadi orang dewasa dnegan
kepribadian yang khas.
Dalam kasus Totto-chan sendiri, ia sudah
diangap aneh oleh lingkungan sekolah SD nya dulu. Mungkin sebagian orang dewas
berpikir bahwa anak – anak tidak mengerti dengan perlakuan mereka, tapi justru
anak – anak adalah yang paling peka dengan reaksi lingkungan sekitar. Pak
kobayashi selalu mengatakan berulang – ulang kepada Totto-chan, “kau anak yang
benar – benar baik, kau tau itu, kan?” Kalimat itulah yang menyelamatkan
Totto-chan dari sugesti “anak aneh” dan “anak nakal” yang muncul dari
lingkungan sekitarnya. Andai saja, ia tidak bertemu pak Kobayashi dan terus –
terusan di cap sebagai “anak nakal dan aneh”, mungkin Totto-chan benar – benar tumbuh
dewasa menjadi menjadi anak nakal, aneh dan tumbuh tanpa rasa percaya diri.
Itulah kelima poin yang berhasil saya
rangkum dari buku setebal 271 halaman. Sekolah Tomoe terbakar habis pada tahun
1945 akibat bom dari pesawat B-29 saat perang dunia 2. Pak Kobayashi sendiri meninggal
di tahun 1963.
Oiya, setelah dewasa, Totto-chan
berhasil mewujudkan impiannya untuk membuat Teater khusus penderita tuna rungu.
Selain itu, Totto-chan juga pernah menjadi duta anak untuk organisasi PBB,
UNICEF. Ceritanya ada di lanjutan Totto-chan 2, tapi saya belum sempat beli dan
baca hihihi.
Gimana, tertarik untuk membaca novel
Totto-chan???
Terimakasih sudah membaca tulisan amatir
saya ini. Semoga apa yang saya tulis ini bisa bermanfaat untuk sesama.
Love,
Anggi
Posting Komentar
Posting Komentar