Ia5K33hce05kVEU1UP8J8DLa01dvV8DSgOffubpV
Bookmark

This is My Story - Part 1

Mungkin banyak film motivasi selalu mengisahkan bahwa semakin besar tujuan atau mimpi yang ingin kita capai akan semakin banyak yang kita korbankan. Saya akui itu hampir 80% benar. Untuk sampai di titik ini, banyak sekali pengorbanan, usaha, bahkan air mata yang turut mengiringi.Tak jarang kata menyerah selalu datang meracuni kemauan saya dan memaksa untuk "berhenti sejenak" alias jenuh. Dan inilah saya, dari seorang anak "desa" yang sejak umur 5 tahun tinggal di kota Pahlawan, Surabaya, hingga sekarang saya menikmati masa-masa menjadi seorang mahasiswa tingkat akhir di sebuah institut teknologi di Surabaya. Sekali lagi, untuk berada dalam titik ini saya telah mengalami berbagai cacian, kegagalan, direndahkan dan sebagainya.

Sejak umur 7 tahun, kedua orang tua saya selalu bersikap keras terhadap saya, terutama Ayah. Ayah punya harapan besar agar saya bisa bersekolah di SMP dan SMA favorit di Surabaya. Saya selalu dituntut untuk bisa belajar sendiri dan saya selalu ingat bagaimana Ayah pasti tidak mau tanda tangan kertas ulangan saya jika saya tidak mendapat nilai 100. Saat itu secara diam-diam saya selalu memohon pada Ibu agar mau menanda tangani kertas ulangan saya tanpa diketahui oleh Ayah.

Ketika saya berusia 8 tahun, mimpi buruk itu mulai datang. Ayah divonis terkena penyakit gagal ginjal dan saat itu saya tidak mengerti apa pun. Ayah dan Ibu jadi sering meninggalkanku untuk berobat, sementara aku dititipkan bersama nenek. Aku selalu kesepian di rumah. Terkadang tanpa sadar aku selalu menangis di tengah malam karena begitu rindunya dengan Ayah dan Ibu.
Pernah suatu ketika, Ayah dan Ibu harus kembali pergi meninggalkanku untuk berobat, aku menangis sejadi-jadinya hingga aku harus merangkul kaki Ibuku agar beliau tidak pergi. Mataku sempat bengkak dan berwarna sangat merah. Butuh waktu beberapa jam untuk membujukku dan pada akhirnya mereka (Ayah dan Ibu) meninggalkanku juga.

Setelah semua usaha dilakukan agar Ayah bisa sembuh, tetapi takdir berkata lain. Saat saya berumur 9 tahun, Ayah meninggalkan saya dan Ibu untuk kembali ke sisi Allah swt dan saya harus berjuang bersama Ibu untuk tetap bisa melanjutkan pendidikan setinggi mungkin. Sangat pahit kenyataan yang harus saya alami saat itu. Ketika saya harus menaiki ambulans untuk mengantar pulang jenazah Ayah ke rumah, ketika saya harus melihat jenazah dingin yang telah terbujur kaku dan berwarna pucat di depan saya dan ketika saya harus tetap memiliki kekuatan untuk membacakan surah Yasin di dekat telinga jenazah Ayah. Saya yang masih berusia 9 tahun terus saja berpikir, "Dari semua keluarga, kenapa ini harus terjadi padaku. Kenapa? Apa salah Ayah? Dia Ayah yang baik, kenapa? kenapa?"

Saya sempat mengalami masa-masa "down" saya sebagai anak-anak. Semua nilai akademis saya turun drastis. Beruntung masih ada orang-orang (maaf, tidak bisa sebut nama satu-satu) yang menghibur bahkan menyemangati saya melewati masa-masa sulit ini. Banyak orang memprediksikan saya akan jatuh sebagai mantan siswa berprestasi di SD. Tapi itu semua salah besar, setelah sempat tersandung di kelas 4 SD, saya kembali bangkit di kelas 5 - 6 SD dengan kembali meraih peringkat pertama, bahkan dianugrahi siswa terbaik saat perpisahan SD. Tidak berhenti sampai di situ, pada akhirnya saya berhasil memasuki SMP favorit dan SMA favorit yang dicita-citakan oleh almarhum Ayah saya.

Dari sini, ujian pertama saya untuk mencapai semua itu adalah almarhum Ayah. Mungkin Allah ingin menguji apakah saya tetap akan mencapai mimpi saya untuk bersekolah di SMP dan SMA favorit di Surabaya, jika orang yang paling saya sayangi dan cintai diambil oleh Allah. Memang awalnya itu menjadi batu rintangan besar di hidup saya karena saya sangat menghormati sosok Ayah dan sangat bergantung padanya. Mungkin dengan begini, saya lebih belajar menapaki hidup dengan lebih tegar, setegar batu karang tapi tetap selembut rumput ilalang yang tidak akan patah oleh tiupan angin.

Semoga tulisan awal kisah hidup saya ini bisa memotivasi teman-teman untuk tetap berjuang dalam hidup ini. (AR)
Posting Komentar

Posting Komentar

Terimakasih sudah membaca sampai akhir :)
Mohon tidak meninggalkan link hidup di komentar.

Love,
Anggi